Selasa, 20 Januari 2009

Pesan Rahbar untuk Mahasiswa

Pertemuan Rahbar dengan Ribuan Mahasiswa di Universitas Elm va Sanat Tehran
14/12/2008

 Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei Ahad pagi (14/12) dalam kunjungannya ke Universitas Elm va Sanat Tehran hadir dalam pertemuan dengan ribuan mahasiswa. Dalam pidatonya beliau menjelaskan sejumlah ciri khas dan program kerja gerakan mahasiswa, seraya menyebut kampus sebagai wadah bagi kelahiran dan pengembangan dua arus paling vital, yaitu ‘ilmu dan riset' dan ‘semangat idealisme'. "Jika rakyat dan para pejabat negara menjaga dan mempertahankan ciri-ciri khas dari identitas keislaman negara ini, tidak akan ada musuh yang dapat mengganggu negara ini," tegas beliau.

Seraya mengungkapkan rasa gembira karena berada di tengah suasana kampus, Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyebut kejujuran, ketulusan, gelora muda, kebugaran dan kesiagaan mental sebagai ciri khas kalangan muda mahasiswa. Beliau mengatakan, "Sebagai salah satu kekayaan paling vital yang dimiliki oleh negara di masa kini dan masa mendatang, kalangan mahasiswa memegang peran yang penting dan menentukan."

Menurut beliau, ilmu dan riset adalah dua arus paling penting di tengah lingkungan perguruan tinggi, serta sumber kehidupan dan kehormatan nasional. "Gerakan yang cepat dan lompatan besar yang dicapai dalam beberapa tahun terakhir di berbagai bidang keilmuan terus berlangsung tanpa henti, sampai ketertinggalan sains di negara ini dapat terkejar dengan cepat," tegas Rahbar.

Menyinggung kemajuan yang dicapai di bidang teknologi nano, kedokteran, nuklir dan berbagai sains modern, Rahbar menyebutnya sebagai bukti akan potensi dan kapasitas keilmuan yang berlimpah serta sumber daya manusia besar yang dimiliki oleh negara ini. Menurut beliau bangsa Iran adalah bangsa dengan kecerdasan tinggi dan memiliki sejarah gemilang di bidang keilmuan. "Tujuan utama dari gerakan keilmuan di negara kita adalah untuk menjadikan Iran sebagai pusat keilmuan dunia. Impian besar ini akan terwujud dengan tekad dan kerja keras para ilmuan dan mahasiswa negeri ini," imbuh beliau.

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut slogan "Kita bisa" sebagai slogan yang berakar kuat. Beliau menekankan, slogan tersebut, yang dibarengi dengan penyusunan peta keilmuan universal, pembentukan sistem pelaksanaan peta keilmuan dengan melibatkan secara aktif para mahasiswa, perguruan tinggi dan pusat penelitian, serta pengawasan terhadap pelaksanaan secara benar peta keilmuan, adalah tahap awal bagi terwujudnya impian bangsa Iran untuk mencapai puncak keilmuan yang tinggi. Beliau mengatakan, "Tahap awal ini harus dilalui dengan serius dan optimisme, sehingga generasi muda Iran saat ini dapat menyaksikan negeri mereka menjadi pusat keilmuan dunia".

Dalam menjelaskan ciri khas gerakan mahasiswa untuk mencapai idealisme, Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyebutkan sejarah terbentuknya gerakan mahasiswa, seraya mengatakan, "Berdasarkan bukti sejarah, mahasiswa selalu terlibat dalam gerakan perjuangan sengit melawan arogansi, imperialisme, kediktatoran dan despotisme. Mahasiswa dengan sepenuh jiwa menginginkan keadilan. Siapa saja yang mengaku diri sebagai bagian dari gerakan Mahasiswa harus loyal pada kriteria seperti ini."

Beliau mengangkat peristiwa terbunuhnya tiga orang mahasiswa Iran dalam aksi demo anti Amerika Serikat yang terjadi pada tanggal 7 Desember 1953, dan menyebutnya sebagai bentuknya nyata dari spirit perlawanan anti arogansi di tengah mahasiswa. Beliau mengatakan, "Sejak muncul gerakan kebangkitan di kalangan ulama tahun 1342 HS (1963 M), gerakan mahasiswa ikut bergabung dengan gerakan kebangkitan besar ini, sehingga mahasiswa dan kampus menjadi sendi utama yang menopang gerakan kebangkitan para ulama dan salah satu faktor utama kemenangan revolusi Islam."

Ayatollah Al-Udzma Khamenei memuji tindakan cerdas kalangan mahasiswa dalam membentuk Pasukan Garda Revolusi Islam (Sepah-e Pasdara-e Enqelab-e Islami) dan Jihad Pembangunan pada bulan-bulan pertawa kemenangan revolusi Islam, dan menyebut langkah mahasiswa ini sebagai satu lagi ciri khas gerakan mahasiswa. "Dengan gerakannya melawan kelompok pemberontak yang menjadikan kampus sebagai sarang mereka, gerakan dalam menduduki kadutaan besar AS yang telah berubah menjadi sarang aktivitas spionase AS, membentuk jihad perguruan tinggi yang penuh berkah, aktif di medan perang pertahanan suci selama delapan tahun, terlibat secara nyata dalam melawan berbagai tipu daya dan makar musuh selama tiga puluh tahun terakhir, semua itu menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa dengan berbagai ciri khasnya yang anti arogansi, anti korup, anti despotisme dan aristokrasi, dan anti aliran-aliran yang menyimpang, telah membuat gerakan ini mampu memberikan kontribusinya secara kontinyu dalam mengawal cita-cita revolusi dan bangsa Iran di bawah naungan gerakan menuntut keadilan," tegas beliau.

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa salah satu buah yang dihasilkan oleh gerakan mahasiswa adalah terbentuknya dialog dan terbukanya iklim pemikiran ‘revolusi - politik'. Beliau mengatakan, "Tentunya mungkin ada sejumlah orang atau kalangan tertentu di tengah mahasiswa yang bergerak di jalur lain. Namun fakta sejarah gerakan mahasiswa menunjukkan bahwa kalangan mahasiswa pada umumnya menentang kezaliman dan cinta pada cita-cita mulia. Mereka menentang keras siapa saja yang telah menindas hak-hak bangsa lain di Palestina, Irak, Afganistan dan di belahan dunia manapun."

Beliau lebih lanjut menjelaskan peran organisasi kemahasiswaan dan menegaskan bahwa organisasi mahasiswa berbeda dengan partai politik. "Partai bekerja untuk mencapai kekuasaan. Sedangkan mahasiswa tidak berpikir untuk duduk di kekuasaan, tetapi yang dikejarnya adalah cita-cita dan idealisme. Tak etis jika partai politik memanfaatkan organisasi kemahasiswaan untuk kepentingan mengejar kekuasaan. Tentunya mahasiswa sendiri harus tanggap dalam hal ini," jelas beliau.

Kinerja organiasasi kemahasiswaan, tegas Rahbar, telah membuahkan berbagai hal positif lainnya semisal pengadaan kesempatan untuk bekerja sama secara massal di lingkungan kampus. Seraya menjelaskan investasi besar yang dilakukan musuh bangsa Iran untuk sektor perguruan tinggi, beliau mengatakan, "Organisasi kemahasiswaan selain berkewajiban menjaga hubungan dengan lingkungan mahasiswa juga harus mawas diri agar tidak terjerumus ke jurang-jurang membahayakan seperti jeratan hawa nafsu, iming-iming politik, tipuan hal-hal yang sekilas nampak religius, dan keirfanan palsu."

Pemimpin Besar Revolusi Islam mengimbau himpunan mahasiswa untuk menindaklanjuti upaya mewujudkan cita-cita luhur yang ada pada gerakan mahasiswa. Beliau menegaskan, "Di antara cita-cita hakiki himpunan kemahasiswaan adalah menjaga persatuan nasional serta berpartisipasi dalam pergulatan nasional bangsa Iran melawan tipu daya dan makar musuh asing."

Ayatollah Al-Udzma Khamenei di bagian lain pidatonya menerangkan faktor-faktor yang melahirkan kemenangan revolusi Islam seraya mengingatkan peristiwa Revolusi Konstitusi dalam sejarah kontemporer Iran yang dimanfaatkan oleh imperialis Inggris untuk mendudukkan seorang diktator bengis, kejam dan sangat bergantung pada pihak asing di pucuk kekuasaan negeri ini. Beliau mengatakan, "Kebangkitan besar gerakan Islam yang didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh figur agung Imam Khomeini yang tak ada padanannya berhasil mencapai kemenangan. Revolusi ini menang dan lestari berkat kesabaran dan kearifan bangsa ini."

Beliau menambahkan, "Dapat dipastikan bahwa selain arus gerakan yang berbasiskan Islam dan agama, tak ada gerakan perjuangan lain yang dapat menggulingkan sistem kekuasaan monarkhi yang bergantung pada Amerika Serikat." Gerakan nasional dan partisipasi rakyat Iran secara serentak dalam perjuangan ini, menurut beliau, tak mungkin terjadi tanpa dorongan dan motivasi keagamaan, bimbingan para ulama dan kepemimpinan Imam Khomeini (ra).

Pemimpin Besar Revolusi Islam menilai keislaman sistem pemerintahan sebagai kunci utama resistensi Republik Islam Iran selama tiga puluh tahun dalam menghadapi beragam tipu daya dan intimidasi musuh. Mengenai permusuhan dan dendam kesumat arogansi dunia, terutama AS dan jaringan Zionisme internasional terhadap Republik Islam Iran, beliau meyakini permusuhan yang mendalam itu tidak akan pernah berakhir. Beliau mengatakan, "Republik Islam Iran memiliki rambu-rambu penolakan dan keyakinan yang menjadi faktor permusuhan arogansi dunia."

Tentang rambu-rambu penolakan itu, Rahbar menjelaskan, "Republik Islam Iran menolak praktik eksploitasi, menolak ketertindasan, menolak penistaan bangsa-bangsa oleh kekuatan politik adi daya dunia, menolak ketergantungan politik, menolak pengaruh dan intervensi kekuatan besar, serta menolak sekularisme dan kebobrokan moral."

Beliau selanjutnya menerangkan rambu-rambu keyakinan yang dijunjung tinggi oleh Republik Islam dengan mengatakan, "Republik Islam meyakini identitas kebangsaan Iran, meyakini nilai-nilai suci Islam, meyakini pembelaan terhadap kaum tertindas dunia, serta meyakini upaya dan kerja keras untuk mencapai puncak keilmuan dan sains."

Ayatollah Al-Udzma Khamenei menambahkan, "Jika sedikit saja kita mengendur dalam memegang prinsip penolakan dan keyakinan itu, musuh pasti akan mengurangi permusuhan mereka terhadap kita. Itulah makna dari pernyataan mereka yang menuntut Republik Islam Iran untuk memperbaiki perilakunya dan melepaskan prinsip penolakan dan keyakinan itu."

Beliau menegaskan bahwa Republik Islam Iran tidak akan pernah melunak dari prinsip yang diyakininya. Rahbar mengatakan, "Dengan keteguhannya dalam memegang prinsip penolakan dan keyakinannya, dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir Republik Islam Iran tak hanya berhasil resisten di tengah front yang luas melawan musuh yang memiliki segala fasilitas, namun juga berhasil memaksa mereka mundur."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung kondisi Amerika Serikat saat ini di kawasan Timur Tengah dibanding lima belas tahun yang lalu, seraya menandaskan, "Dibanding masa lalu, AS saat ini lebih dibenci, lebih hina dan lebih gagal. Seluruh agenda AS di Timur Tengah khususnya yang terkait dengan Palestina, Lebanon, Irak dan Afganistan terbukti kandas, sementara Republik Islam Iran yang menjadi sasaran utama berbagai agenda AS justeru semakin maju."

Beliau memandang resistensi dalam menghadapi musuh dan kemajuan yang dicapai di sejumlah bidang sebagai bukti akan kapabilitas dan kebesaran yang dimiliki oleh pemerintahan Republik Islam untuk tetap eksis. Rahbar mengingatkan bahwa kapasitas untuk tetap eksis dan resisten bergantung pada keadaan. Dalam penjelasannya beliau menyinggung soal struktur hukum dan identitas pemerintahan Republik Islam. Beliau mengatakan, "Struktur hukum dan resmi Republik Islam adalah lembaga-lembaga negara yang terdiri atas pemerintah, parlemen, lembaga peradilan dan lembaga-lembaga lainnya, juga konsep pemilihan umum yang kesemuanya telah termaktub dalam konstitusi. Semua itu harus dijaga namun menjaga hal-hal itu saja tidak cukup menjamin kelanggengan Republik Islam."

Rahbar menegaskan bahwa menjaga struktur asli negara Islam adalah salah satu kewajiban yang paling penting. "Identitas utama negara ini sama dengan ruh, makna dan inti tatanan negara. Menjaga struktur hukum ini tanpa menjaga identitas ini tak ada gunanya, jelas beliau. Rahbar menambahkan, "Struktur hukum dan identitas inti negara adalah cita-cita pembentukan Republik Islam yang meliputi keadilan, kemuliaan insani, penjagaan atas nilai-nilai suci, upaya untuk menciptakan persaudaraan dan persamaan, etika, dan resistensi dalam menghadapi pengaruh musuh," jelas beliau.

Ayatollah Al-Udzma Khamenei menegaskan, "Jika kita menjauh dari akhlak Islam, jika prinsip keadilan kita lupakan, jika semangat kerakyatan tak lagi diindahkan oleh para pejabat negara, jika masalah pengabdian kepada rakyat dan pengorbanan untuk rakyat terkikis dari benak para pejabat negara, jika gaya hidup sederhana dan keberadaan di tengah rakyat umum sudah sirna dari pikiran para pejabat, jika resistensi dalam menghadapi musuh telah tergeser oleh sikap segan, lemah dan minder dalam hubungan diplomasi dan pergaulan internasional para pejabat negara; dengan kata lain, jika seluruh bagian inti dari identitas Republik Islam telah sirna dan tergerus dalam kondisi seperti itu, maka polesan bentuk luar keislaman bagi negara ini tidak akan berguna."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menagatakan, "Kewaspadaan penuh harus ada untuk menjaga agar spirit dan langkah keislaman negara ini tetap terpelihara, apalagi perubahan identitas selalu terjadi secara gradual dan perlahan sehingga tidak mengundang kecurigaan banyak orang. Mungkin saja orang baru akan menyadari ketika semuanya sudah terlambat."

Beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa salah satu tugas terpenting para mahasiswa sebagai mata paling tajam di tengah kalangan intelektual dan kaum cendekia adalah mengawasi sisi lahir dan batin pemerintahan negara Islam ini dan menjaga jangan sampai terjadi penyimpangan padanya. Rahbar menandaskan, "Dalam tiga puluh tahun terakhir, khususnya sepanjang dua dekade setelah wafatnya Imam Khomeini (ra), telah ada banyak upaya baik di bidang politik, moral, maupun sosial untuk menggerogoti negara Islam dari kandungan identitasnya yang murni. Namun berkat kemurahan Allah SWT dan kecerdasan rakyat, segala upaya itu tidak membuahkan hasil."

Ayatollah Al-Udzma Khamenei menambahkan, "Kita pernah mengalami satu masa ketika media-media cetak di negeri ini secara resmi dan terbuka berusaha membudayakan pemikiran terpisahnya agama dari politik, bahkan lebih dari itu, mereka dengan transparan dan terbuka membela rezim Pahlevi yang zalim, despotik, dan haus darah."

Di bagian lain, Rahbar menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan munculnya masalah-masalah seperti ini adalah dengan menonjolkan garis-garis pemisah keimanan, pemikiran, politik dan ciri-ciri khas yang ada pada Islam. Beliau mengatakan, "Tuntutan keadilan, gaya hidup sederhana bagi para pejabat, kerja keras secara tulus, kegigihan dalam menuntut ilmu tanpa kenal kata henti, resistensi yang tegas dalam menghadapi kerakusan dan hegemoni asing, pembelaan dengan berani terhadap hak-hak bangsa, semua itu adalah diantara ciri khas jatidiri keislaman."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung isu nuklir Iran dan menyebutnya sebagai satu dari puluhan hal yang menjadi kebutuhan negara dan termasuk salah satu kasus hukum bagi bangsa Iran. Beliau mengatakan, "Musuh memfokuskan diri pada masalah ini. Akan tetapi rakyat Iran tetap resisten. Jika rakyat dan para pejabat negara bersedia melepaskan program yang menjadi hak pasti Iran, tak diragukan lagi musuh akan melangkah untuk mencaplok hak-hak lain yang dimiliki bangsa ini."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa keadilan dan menghindari gaya hidup aristokrasi adalah bagian dari ciri khas lain yang ada pada pemerintahan Islam. Beliau menegaskan, "Di awal kemenangan revolusi Islam, gaya hidup yang menjauhi gemerlap aristokrasi adalah nilai yang dijunjung oleh para pejabat pemerintahan Islam, sayangnya spirit ini lambat laun melemah. Namun untuk periode ini para pejabat pemerintahan menunjukkan penolakan mereka terhadap gemerlap aristokrasi dengan hidup mereka yang sederhana."

Beliau menyebut penghargaan kepada jihad dan syahadah, kepercayaan kepada rakyat dan keyakinan yang sebenarnya kepada partisipasi rakyat sebagai ciri khas keislaman negara ini. Rahbar mengatakan, "Sebagian orang menyebut-nyebut peran rakyat, namun dalam parktiknya mereka tidak pernah meyakini partisipasi rakyat. Berbeda halnya dengan Republik Islam yang dibangun di atas pondasi kepercayaan kepada rakyat dan secara mendalam meyakini partisipasi umum masyarakat."

Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyebut keberanian dan rasa percaya diri para pejabat negara sebagai bagian utama dari ciri khas negara Islam ini. Beliau menjelaskan, "Jika suatu hari di tengah para pejabat negara ada pejabat yang penakut dan lemah seperti Shah Sultan Hossein [dahulu], negara dan republik Islam akan gulung tikar meski negara ini memiliki rakyat yang pemberani dan siap berjuang. Sebab pejabat negara yang pengecut dan pecundang akan membuat bangsa yang pemberani menjadi penakut."

Rahbar menyatakan bahwa [menjalin hubungan dengan] bangsa-bangsa Muslim adalah bagian dari strategi inti Republik Islam. Seraya menyinggung propaganda AS yang tak pernah berhenti menebar perselisihan antara bangsa-bangsa Muslim dengan bangsa Iran, beliau mengatakan, "Bangsa-bangsa Muslim di dunia tetap memandang Republik Islam [Iran[ dengan tatapan penuh hormat, meski ada propaganda-propaganda itu. Sebab, Republik Islam dalam strategi utamanya yang merupakan esensi dari negara ini mendukung bangsa-bangsa Muslim termasuk bangsa Palestina yang tertindas. Kewajiban mahasiswa dan kalangan kampus adalah berdiri di barisan terdepan dalam menjaga dan mengenalkan ciri-ciri tersebut yang ada pada negara ini."

Dalam menyimpulkan pidatonya, beliau menegaskan bahwa musuh gagal dalam setiap tipu daya yang dilakukannya selama 30 tahun terakhir. "Jika rakyat dan pejabat negara menjaga dengan benar prinsip-prinsip keislaman negara dan wamas diri untuk mencegah terjadinya pengeroposan di dalam pemerintahan, maka dengan kemurahan Allah tidak akan ada gangguan musuh yang bisa membahayakan negara ini."

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa kerja keras rakyat khususnya generasi muda dan mahasiswa untuk menjadikan negara ini kuat dari sisi keilmuan dan ekonomi akan berujung pada melemahnya tipu daya musuh. Beliau menandaskan, "Suatu hari nanti ketika negara ini mencapai kehormatannya sebagai bangsa dan poros keimuan, pihak-pihak asing akan putus asa melanjutkan makar dan tipu dayanya terhadap bangsa yang mumpuni dan cakap ini. Dan hari yang besar dan gemilang bagi bangsa Iran itu akan datang tak lama lagi."

Di bagian lain pidatonya, Rahbar menyebutkan sejumlah prestasi yang dicapai Universitas Elm va Sanat di bidang sains dan dalam sejarah revolusi Islam. Diantara prestasi Universitas Elm va Sanat adalah keberhasilannya dalam mencetak tenaga-tenaga handal yang salih, menonjol, berguna, aktif dan berperan besar dalam berbagai bidang di negara ini. Beliau mengataka, "Haj Ahmad Motavasseliyan, salah satu komandan besar yang meraih penghargaan abadi di era perang pertahanan suci juga Presiden [Iran] saat ini yang benar-benar revolusioner, loyal, cakap, aktif, dan pemberani adalah contoh dari kader-kader besar yang berhasil dicetak oleh Universitas Elm va Sanat."

Sebelum pidato Pemimpin Besar Revolusi Islam di depan para mahasiswa dan dosen, Rektor Universitas Elm va Sanat menjelaskan secara singkat historia universitas ini di sektor keilmuan dan industri, sepanjang delapan puluh tahun sejak didirikan. Lebih lanjut ia menerangkan sederet penghargaan yang didapatkan oleh para mahasiswa dan alumni Universitas Elm va Sanat dalam 30 tahun terakhir, atau tepatnya setelah kemenangan revolusi Islam di gelanggang ilmu dan pengorbanan untuk membela revolusi Islam. "Universitas Elm va Sanat memiliki 370 anggota Dewan Keilmuan dan 11 ribu mahasiswa yang sedang menimba ilmu di berbagai jejang dari program sarjana, pasca sarjana hingga doktoral. Selain itu, Universitas ini juga telah mempersembahkan 104 syahid kepada revolusi Islam," jelasnya.

Rektor Universitas Elm va Sanat menyinggung bahwa universitas ini adalah salah satu dari delapan perguruan tinggi induk di Iran, seraya mengatakan, "Hubungan antara univesitas ini dengan sektor industri sangat kuat. Universitas ini juag telah menunjukkan kapasitas keilmuannya di tingkat dunia yang meliputi berbagai bidang seperti energi, lingkungan hidup, komposit, nano teknologi, teknologi informasi dan ruang angkasa".

Ditambahkannya bahwa Universitas Elm va Sanat memandang perlu adanya perubahan pandangan umum tentang pendidikan, seraya mengimbau peningkatan investasi yang lebih besar di bidang teknologi, perhatian yang semestinya kepada kedudukan para dosen, memusatkan perhatian kepada para dosen dan mementingkan soal pembangunan infra struktur penelitian dan pusat riset.

Rahbar dalam kesempatan itu juga menyempatkan bertemu dengan para dosen, para senior kampus, anggota Dewan Pimpinan Universitas Elm va Sanat seraya menyampaikan penghargaan atas jasa-jasa dan kerja keras mereka selama ini. Dalam pertemuan itu, beberapa orang dosen Universitas Elm va Sanat menyampaikan laporan singkat tentang peran dan disiplin ilmu serta nuansa spiritual di universitas ini.

Sebelum acara pertemuan tersebut, Pemimpin Besar Revolusi Islam setelah memasuki komplek Universitas Elm Va Sanat langsung menuju makam para syahid tak dikenal yang dimakamkan di kompleks universitas ini. Dalam ziarahnya, selain membaca surah al-Fatihah beliau mendoakan ketinggian derajat bagi para syuhada di sisi Allah

Pengalaman Rahbar Ayatullah Sayyid Ali Khamenei tentang Presiden Sukarno

Jasa Sukarno

Negara-negara Gerakan Non-blok (GNB) pernah dipandang sebagai kutub kekuatan yang disegani dan berperan aktif di kancah internasional. Sayangnya, kini reputasi GNB semakin memudar. Pencetus gerakan ini tiga atau empat orang saja dan yang paling berjasa adalah Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ahmad Soekarno.

Ada baiknya jika saya ceritakan kenangan saya di sini. Tahun 1353 Hijri Syamsi (1974 Masehi), saya ditempatkan di sel bersama satu atau dua orang lainnya. Sel tersebut hanya seluas 2,20 meter dan lebar 1,80 meter. Suatu malam, di saat saya mengerjakan shalat Maghrib, sel kami ketambahan satu penghuni baru. Tahanan tersebut adalah seorang komunis yang ekstrim. Ketika melihat saya sedang menunaikan shalat, ia memahami bahwa saya seorang dari kelompok agamis. Sejak itu, ia menjauh dari saya. Meski berulangkali saya mencoba untuk mendekatinya, namun ia selalu menghindar.

Ketika saya memahami sikapnya tersebut, saya menyampaikan satu ungkapan yang membuatnya berubah total. Saya katakan, Ahmad Soekarno di Konferensi Bandung, Indonesia, mengatakan, "Yang mengumpulkan kita di tempat ini bukanlah kesamaan ideologi ataupun ras, namun yang mengumpulkan kita di tempat ini adalah persamaan kebutuhan yang kita miliki."

Kemudian saya katakan bahwa antara saya dan Anda saat ini ada kesamaan kebutuhan. Kita sama-sama berada dalam satu sel, penjaga di luar sel mengamati gerak-gerik kita. Algojo menunggu Anda dan saya untuk disiksa dan diinterogasi. Saya menambahkan, ideologi kita berbeda, namun kebutuhan kita sama. Saya menegaskan, di saat persamaan kebutuhan di pentas dunia mempunyai dampak yang besar, maka di penjara sekecil ini pengaruhnya harus lebih besar. Setelah itu, kami dapat menjalin persahabatan. Sebenarnya Ahmad Soekarnolah yang berjasa menjadikan kami sahabat. Saat ini demikian. Negara-negara Islam memiliki kebutuhan yang sama. Mereka menjadi sasaran dan keserakahan musuh, padahal mereka memiliki fasilitas dan saran yang sangat besar

Kamis, 15 Januari 2009

Lihat apa yang dilakukan oleh anak-anak itu.

Lihat Apa Yang Dilakukan oleh Anak-anak itu?
23/07/2008

Setiap kali kami dengan Imam Khomeini membahas tentang pengorbanan masyarakat, beliau begitu bersemangat mendengarnya. Misalnya, di forum shalat Jum'at Tehran ketika kotak tabungan anak-anak yang mereka hadiahkan dibuka, maka terkumpullah uang yang banyak. Menyaksikan adegan yang ditayangkan televisi tersebut Imam Khomeini sangat tersentuh. Saat itu beliau berada di rumah sakit. Beliau berkata kepadaku "Lihatlah apa yg telah mereka lakukan?" Pada saat itu saya menyaksikan air mata membasahi pipi beliau.
(Dinukil saat acara baiat para komandan dan anggota Komite Revolusi Islam pada 8 Juni 1989 M)

Rabu, 14 Januari 2009

Pencerahan

PERANAN TUNTUTAN SITUASI DALAM MEMAHAMI HUKUM ISLAM
oleh Jalaluddin Rakhmat

Jika saya mendepositokan uang saya di bank, bolehkah saya
menerima bunga depositonya? Apakah bunga deposito itu sama.
dengan riba? Tanyalah ulama yang Anda kenal, dari golongan apa
saja. Ada tiga kemungkinan jawaban: boleh, tidak boleh, tidak
tahu. Anehnya bila golongan yang ditanya --Muhammadiyah,
Persis, NU jawabannya satu. Semua golongan itu sepakat (ijma')
untuk menyimpan uangnya di bank dan memanfaatkan bunganya,
tentu saja bagi kepentingan umat Islam. Bila diminta fatwa
lisan atau tulisan, verba non acta, sekali lagi jawabannya
akan beragam. Kebanyakan di antara umat Islam masih belum
mendapat jawaban yang tegas dan memuaskan.

Ulama yang ditanya itu memang mengalami kemusykilan. Deposito
dan bunganya tidak dikenal di zaman Rasulullah saw. Mereka
tidak menemukan nash --teks al-Qur'an atau Hadits-- yang
menerangkan ketentuan hukum untuk deposito. Ada memang
ketentuan tentang riba, tapi apakah riba sama dengan bunga
deposito?

Kemusykilan seperti itu telah dihadapi para ulama sepanjang
sejarah. Yang kita sebut syari'at pada mulanya hanya
menyangkut masalah keluarga, perdagangan yang sederhana dan
hukum pidana. Ketika Islam bertemu dengan peradaban-peradaban
lain, apa yang tercakup dalam syari'at menjadi lebih luas.
Para ulama merumuskan syari'at dalam bentuk fiqh yang mengatur
bidang-bidang kehidupan yang lebih kompleks. Menurut
al-Mawardi dalam al-Ahkam al-Sulthaniyah, ketika dinasti
Umayyah bertemu dengan kebudayaan Persia, mereka menemukan
lembaga yang menyelesaikan urusan orang-orang yang dizalimi.
Lembaga ini tidak terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah, tapi
mereka menganggap lembaga ini sangat bagus. Kemudian penguasa
Umayyah mengukuhkan lembaga itu dan menamainya Dewan Mazhalim.
Mereka bukan saja menganggap dewan ini tidak bertentangan
dengan syar'i, tapi bahkan memelihara tujuan syar'i.

Secara berangsur-angsur, para ulama mengembangkan metode
istinbath (menarik kesimpulan hukum) baik berdasarkan
kaidah-kaidah atau petunjuk umum dalam nash maupun dari
penggunaan akal. Di antara metode-metode itu adalah qiyas,
istihsan dan istishlah. Semua metode ini hanyalah upaya
memecahkan persoalan. Studi kritis terhadapnya akan segera
membuktikan bahwa penggunaan metode-metode tersebut juga
menimbulkan persoalan. Tidak ada kesepakatan ulama mengenai
kebolehan menggunakan masing-masing di antara ketiga hal itu.
Sebagian menerimanya, sebagian menolakaya. Tidak jarang
perbedaan itu muncul karena perbedaan pemaknaan
istilah-istilah itu. Syafi'i, misalnya, menyerang istihsan dan
menganggapnya sebagai usaha untuk membuat syari'at (man
istahsana fa qad syara'a). Maliki dan Hanafi memandang
istihsan bahkan harus didahulukan dari qiyas. Malik menyebut
istihsan sebagai sembilan persepuluh ilmu (Al-istihsan tis'at
a'syar al-'ilm). Tapi ketika Syafi'i menyerang istihsan
seperti yang dimaknakan olehnya, ia menggunakan metode qiyas
khafi, yang tidak lain daripada istihsan menurut mazhab
Hanafi.

Tulisan ini akan dimulai dengan mencoba menyelesaikan kemelut
makna istihsan dan istishlah dan diakhiri dengan petunjuk
praktis penggunaannya dalam menjawab tuntutan situasi sekarang
ini. Namun sebelum itu, sebagai pengantar, saya kutipkan
penjelasan Sayyid Musa Tuwanat: [1]

Bila mujtahid tidak menemukan hukum dalam al-Qur'an, Sunnah,
ijma' dan pendapat para sahabat, atau tidak ada yang dapat
dijadikan hujjah dari pendapat-pendapat mereka, ia bersandar
kepada qiyas. Inilah yang ditetapkan oleh Imam Syafi'i dan
ditegaskan al-Syirazi dan al-Maqdisi. Begitu pula para
pengikut Hanafi yang membahas qiyas sesudah al-Kitab, Sunnah
dan ijma. Imam Malik juga mengambil qiyas, tapi sesudah
mengambil mashalih mursalah dan istihsan. Imam Ahmad pun
bersandar kepada qiyas dengan syarat sesudah meninjau hukum
itu dalam al-Qur'an dan Hadits dalam maknanya yang lebih luas,
walaupun ia berbeda dari mujtahidin lainnya dalam cara dan
cakupan penggunaan qiyas.

Tidak ada madzhab yang menolak penggunaan istihsan kecuali
madzhab Dzahiriyah dan Syi'ah. Adapun cara menggunakan qiyas
sebagai berikut: Seorang mujtahidin melakukan penelitian
apakah ada dalil yang menunjukkan dalil tentang illat untuk
menentukan hukum far'. [2] Bila illat itu diketahui dengan
menggunakan cara-cara yang dikenal dalam kitab ushul dan ada
hubungan antara illat ini dengan kasus yang akan ditetapkan
hukumnya, dan sudah ditegaskan hubungannya disamakanlah hukum
yang asal dengan far' berdasarkan kesamaan illat seperti yang
dipahaminya.

Kadang-kadang mujtahid meninggalkan satu dalil kepada dalil
yang lebih kuat, atau kepada maslahat, atau meninggalkan qiyas
kepada atsar, atau kepada ijma' atau kepada dharurat.
Kadang-kadang qiyas ditinggalkan karena ada dalil yang kuat
atsarnya. Dalam semua keadaan itu, ia tidak keluar dari upaya
menjalankan nash, atau qiyas, atau mashlahat. Yang demikian
itu disebut istihsan.

PENGERTIAN ISTIHSAN

Secara denotatif, istihsan artinya memandang baik terhadap
sesuatu. Pendirian Dewan Madzalim dipandang baik; artinya,
harus dilakukan berdasarkan istihsan. Menarik sekali, para
ulama yang mempertahankan istihsan mengambil dalil dari
al-Qur'an dan Sunnah yang menyebutkan kata istihsan dalam
pengertian denotatif ini (yaitu, orang-orang yang mendengarkan
kata dan diturutinya yang paling baik, Q.s al-Zumar: 18; "Dan
turutlah (pimpinan) yang sebaik-baiknya yang telah diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu", al-Zumar: 55; "Apa yang dianggap kaum
Muslim baik, menurut Allah baik juga," --Hadits menurut
riwayat Abdullah bin Mas'ud.

Bila kita mengacu pada literatur, kita akan menemukan banyak
sekali definisi istihsan --yang tidak selalu menunjukkan
referensi yang sama. Ada definisi yang dibuat dengan
memperhatikan segi-segi politis dan bukan segi-segi ilmiahnya.
Untuk menunjukkan bagaimana definisi-definisi itu lebih banyak
menyulitkan daripada membantu, kita lihat contoh di bawah ini:

1. Istihsan adalah meninggalkan qiyas untuk mengambil yang
lebih sesuai dengan orang banyak.

2. Istihsan adalah mencari kemudahan dari hukum-hukum yang
dihadapi orang banyak atau orang tertentu.

3. Istihsan adalah mengambil keluasan dan mencari kelegaan.

4. Istihsan adalah mengambil yang permisif dan memilih yang di
dalamnya ada ketenangan (semuanya dari al-Sarkhashi).

5. Istihsan artinya meninggalkan kepastian qiyas kepada qiyas
yang lebih kuat atau mentakhshiskan qiyas dengan dalil yang
lebih kuat (al-Bazdawi dari madzhab Hanafi).

6. Istihsan artinya mengamalkan yang lebih kuat di antara dua
dalil (al-Syathibi dari madzhab Maliki).

7. Istihsan artinya meninggalkan hukum masalah dari yang
semacamnya karena dalil syara' yang tertentu (al-Thufi dari
madzhab Hambali).

8. Istihsan adalah apa yang dipandang baik oleh mujtahid
dengan akalnya. [3]

Karena kita mengalami kesulitan memahami istihsan dari
berbagai definisi itu, marilah kita ambil contoh kasus yang
oleh para mujtahid disebut sebagai istihsan. Melihat aurat
perempuan yang bukan muhrim haram, karena dapat menimbulkan
"fitnah" (membawa orang kepada kemaksiatan). Yang dalam kurung
itu disebut 'illat yang sangat jelas (kita sekarang sedang
melakukan qiyas jaliy). Bagaimana hukumnya seorang dokter yang
harus memeriksa pasien wanitanya? Bila ia tidak melihat
auratnya, ia tak bisa menolong pasien itu dengan baik. Ia
harus menolong pasien itu untuk mengembalikan kesehatannya,
untuk kemaslahatan pasiennya. Tapi alasan ('illat) ini hanya
dalam kasus pasien saja dan dianggap tegas (kita sedang
melakukan qiyas khafiy). Bila kita meninggalkan qiyas jaliy
dan mengambil qiyas khafiy, kita melakukan istihsan.

Kadang-kadang seorang mujtahid meninggalkan qiyas karena
menemukan hadits yang lebih kuat, atau karena memperhatikan
kemaslahatan, atau karena 'urf (adat kebiasaan yang sudah
lazim). Bila kita memperhatikan praktek-praktek yang disebut
istihsan, kita menemukan istihsan dalam tiga pengertian:

Pertama, istihsan berarti memilih yang lebih kuat di antara
dua dalil yang bertentangan atau berbeda (berikhtilaf). Boleh
jadi ikhtilaf di antara dua dalil lafzhi --yakni dalil yang
diambil dari al-Qur'an dan Sunnah. Atau ikhtilaf di antara dua
dalil ghair lafzhi; misalnya, antara qiyas jaliy dengan qiyas
khafiy. Atau ikhtilaf di antara dalil lafzhi dan ghair lafzhi.

Marilah kita mulai dengan ikhtilaf di antara dua dalil lafzhi.
Dalam hal ini, ikhtilaf dapat berupa tazakam dan ta'arudh.
Yang dimaksud dengan Tazabum adalah pembenaran dua hukum yang
berasal dari syara', yang tidak mungkin digabungkan. Ta'arudh
artinya perbedaan hukum karena perbedaan kasus (ikhtilaf
shawar al-masalah).

Kita melakukan istihsan bila kita mentarjih (menganggap lebih
baik) salah satu di antaranya. Sambil memberikan
contoh-contohnya, saya akan menunjukkan petunjuk-petunjuk
praktis penggunaan istihsan pada tazahum dan ta'arudh.

(1) Dulukan hukum yang mendesak (mudhiq) di atas hukum yang
memberikan kelonggaran (musi'). Misalnya, antara menghilangkan
najis di masjid dengan melakukan shalat pada awal waktunya,
atau antara menolong orang yang celaka dengan melakukan shalat
Jum'at. Pilihlah menghilangkan najis dan menolong orang yang
celaka.

(2) Dulukan yang tidak ada penggantinya dengan yang ada
penggantinya. Misalnya, menggunakan air untuk memuaskan rasa
haus atau untuk berwudhu'. Wudhu' itu ada penggantinya, yaitu
tayammum. Tapi memuaskan haus tidak bisa diganti dengan batu.

(3) Dulukan yang sudah tertentu (mu'ayyan) di atas urusan yang
memberikan alternatif (mukhayyar). Misalnya memenuhi nadzar
atau membayar kifarat. Anda bernadzar untuk memberikan makanan
bagi orang miskin, tapi juga Anda harus membayar kifarat
puasa.

(4) Dulukan yang lebih penting dari pada yang penting. Anda
wajib melakukan haji dan pada saat yang sama Anda harus
membayar hutang. Bayarlah hutang Anda lebih dulu.

Ta'arudh terjadi kalau ada dua dalil syara' yang bertentangan.
Para ulama ushul mengusulkan beberapa cara, yang tidak dapat
kita perinci satu per satu: mendulukan yang mutlak di atas
yang muqayyad, takhshish di atas 'am, nasikh di atas mansukh,
hakim di atas mahkum, al-Qur'an di atas Sunnah, yang
disepakati di atas yang diikhtilafi.

Kedua, istihsan berarti mengambil sesuatu yang sudah dipandang
baik oleh 'urf atau akal. Misalnya, mencatat pernikahan di
kantor departemen Agama. Istihsan dalam arti ini harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Karena apa yang dipandang
baik 'urf atau akal itu boleh jadi sangat subyektif, sehingga
besar kemungkinan mengikuti bias-bias sosio-psikologis. Kita
juga tidak cukup waktu membicarakan hal ini.

Ketiga, istihsan berarti meninggalkan dalil-dalil tertentu
untuk mendatangkan maslahat atau menegakkan hukum di atas
pertimbangan maslahat yang lima: memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Istihsan jenis terakhir ini disebut juga
istishan atau al-mashalih al-mursalah.

PENUTUP

Yang terakhir ini exercise. Apakah cara berpikir yang berikut
ini termasuk istihsan atau bukan. Bunga deposito dapat
dibenarkan karena beberapa pertimbangan. Pertama, uang yang
disimpan mengalami penurunan nilai karena inflasi. Tingkat
inflasi bisa jadi lebih tinggi dari bunga deposito. Kedua,
dengan menyimpan, deposan harus membayar opportunity cost yang
boleh jadi lebih mahal dari bunga deposito. Ketiga,
mendepositokan uang juga siap memikul resiko, yang nilainya
dapat dihitung (serta mungkin saja lebih besar dari bunga
deposito). Walhasil, bila Anda tidak mengambil deposito Anda,
Anda akan menjadi pihak yang terzalimi atau teraniaya.
Padahal, agama menyatakan "tidak boleh menindas dan tidak
boleh ditindas"??

CATATAN

1. Al-Ijtihad wa Muda Hajatina ilaih fi Hadza al-'Ashr, Mesir:
Dar al-Kutub al-Haditsah, hal. 324 - 325.

2. Ada empat rukun qiyas: (1) asalnya, yakni kasus yang ada
dalam nas, misalnya minum khamar; (2) hukumnya, yakni haram;
(3) far', kasus baru yang akan ditetapkan hukumnya, misalnya
bir; (4) illat atau washf jami', yakni sebab yang menyamakan
kedua kasus itu, misalnya memabukkan atau minuman keras.

3. Lihat, Muhammad Taqiy, Al-Ushul al-Ammah fi al-Ammah fi
al-fiqh al-Muqaran, Beirut: Dar al-Andalus, 1979, hal.
361-362.

Pencerahan

ANTARA SUKMA NURANI DAN SUKMA DHULMANI
oleh Jalaluddin Rakhmat

Menurut para sufi, manusia adalah mahluk Allah yang paling
sempurna di dinia ini. Hal ini, seperti yang dikatakan
Ibnu'Arabi manusia bukan saja karena merupakan khalifah Allah
di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga
karena ia merupakan mazhaz (penampakan atau tempat kenyataan)
asma dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh.

Allah menjadikan Adam (manusia) sesuai dengan citra-Nya.
Setelah jasad Adam dijadikan dari alam jisim, kemudian Allah
meniupkan ruh-Nya ke dalam jasad Adam. Allah berfirman:

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan Aku
tiupkan kepadanya ruh-Ku (QS. 15: 29)

Jadi jasad manusia, menurut para sufi, hanyalah alat, perkakas
atau kendaraan bagi rohani dalam melakukan aktivitasnya.
Manusia pada hakekatnya bukanlah jasad lahir yang diciptakan
dari unsur-unsur materi, akan tetapi rohani yang berada dalam
dirinya yang selalu mempergunakan tugasnya.

Karena itu, pembahasan tentang jasad tidak banyak dilakukan
para sufi dibandingkan pembahasan mereka tentang ruh (al-ruh),
jiwa (al-nafs), akal (al-'aql) dan hati nurani atau jantung
(al-qalb).

RUH DAN JIWA (AL-RUH DAN AL-NAFS)

Banyak ulama yang menyamakan pengertian antara ruh dan jasad.
Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan
jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam
ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para ahli
sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi
dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan
kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci.

Karena ruh bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah
ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia tetap suci. Ruh di
dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber moral yang baik
dan mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia dan
terpuji, maka lain halaya dengan jiwa. Jiwa adalah sumber
akhlak tercela, al-Farabi, Ibn Sina dan al-Ghazali membagi
jiwa pada: jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani
(binatang) dan jiwa insani.

Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang
organis dari segi makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa
hewani, disamping memiliki daya makan untuk tumbuh dan
melahirkan, juga memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang
kecil dan daya merasa, sedangkan jiwa insani mempunyai
kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs-al-nathiqah).

Daya jiwa yang berfikir (al-nafs-al-nathiqah atau
al-nafs-al-insaniyah). Inilah, menurut para filsuf dan sufi,
yang merupakan hakekat atau pribadi manusia. Sehingga dengan
hakekat, ia dapat mengetahui hal-hal yang umum dan yang
khusus, Dzatnya dan Penciptaannya.

Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insani
(berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jiwa
(nafs) manusia mejadi pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat
yang tercela pada manusia. Itulah sebabnya jiwa manusia
mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.

Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan
memperturutkan ajakan syaithan, yang memang pada jiwa itu
sendiri ada sifat kebinatangan, maka ia disebut jiwa yang
menyuruh berbuat jahat. Firman Allah, "Sesungguhnya jiwa yang
demikian itu selalu menyuruh berbuat jahat." (QS. 12: 53)

Apabila jiwa selalu dapat menentang dan melawan sifat-sifat
tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela
manusia yang melakukan keburukan dan yang teledor dan lalai
berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh-Nya, "Dan Aku
bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela." (QS. 75:2).

Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat
yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-nafs
al-muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan, "Hai jiwa
yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa puas lagi
diridhoi, dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke
dalam Surga-Ku." (QS. 89:27-30)

Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah
menjadi tumpukan sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah
melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan jiwa yang
telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman,
yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah
dijamin Allah langsung masuk surga.

Jiwa muthmainnah adalah jiwa yang selalu berhubungan dengan
ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai sumber moral mulia dan
terpuji, dan ia hanya mempunyai satu sifat, yaitu suci.
Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Allah
sampaikan, "Demi jiwa serta kesempurnaannya, Allah
mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketaqwaan." (QS.91:7-8).
Artinya, dalam jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena
itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.

AKAL

Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau
intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir
yang terdapat dalam otak, sedangkan "hati" adalah daya jiwa
(nafs nathiqah). Daya jiwa berpikir yang ada pada otak di
kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati (jantung) di
dada disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber
pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan
pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf
mengunggulkan pengetahuan akal, para sufi lebih mengunggulkan
pengetahuan hati (rasa).

Menurut para filsuf Islam, akal yang telah mencapai tingkatan
tertinggi --akal perolehan (akal mustafad)-- ia dapat
mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya. Akal yang
demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan
(sorga). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu
berpaling, berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang
demikian akan kekal dalam kesengsaraan (neraka).

Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak mengenal
kebahagiaan, maka menurut al-Farabi, jiwa yang demikian akan
hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena
kesempurnaan manusia menurut para filsuf terletak pada
kesempurnaan pengetahuan akal dalam mengetahui dan memperoleh
kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika akan sampai ke
tingkat akal perolehan.

HATI SUKMA (QALB)

Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb.
Sebenarnya terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung,
bukan hati atau sukma. Tetapi, dalam pembahasan ini kita
memakai kata hati sebagaimana yang sudah biasa. Hati adalah
segumpal daging yang berbentuk bulat panjang dan terletak di
dada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek
kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran
yang cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang,
bahkan bangkainya.

Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang
halus, hati-nurani --daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang
ada pada hati, di rongga dada. Dan daya berfikir itulah yang
disebut dengan rasa (dzauq), yang memperoleh sumber
pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini Allah
berfirman, "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan
memahaminya." (QS. 7:1-79).

Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan sementara,
bahwa menurut para filsuf dan sufi Islam, hakekat manusia itu
jiwa yang berfikir (nafs insaniyah), tetapi mereka berbeda
pendapat pada cara mencapai kesempurnaan manusia. Bagi para
filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan
akal (ma'rifat aqliyah), sedangkan para sufi melalui
pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Akal dan hati sama-sama
merupakan daya berpikir.

Menurut sufi, hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah
atau sumber ma'rifat --suatu alat untuk mengetahui hal-hal
yang Ilahi. Hal ini hanya dimungkinkan jika hati telah bersih
dari pencemaran hawa nafsu dengan menempuh fase-fase moral
dengan latihan jiwa, serta menggantikan moral yang tercela
dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh taqwa,
wara' serta dzikir yang kontinyu, ilmu ladunni (ilmu Allah)
yang memancarkan sinarnya dalam hati, sehingga ia dapat
menjadi Sumber atau wadah ma'rifat, dan akan mencapai
pengenalan Allah Dengan demikian, poros jalan sufi ialah
moralitas.

Latihan-latihan ruhaniah yang sesuai dengan tabiat terpuji
adalah sebagai kesehatan hati dan hal ini yang lebih berarti
ketimbang kesehatan jasmani sebab penyakit anggota tubuh luar
hanya akan membuat hilangnya kehidupan di dunia ini saja,
sementara penyakit hati nurani akan membuat hilangnya
kehidupan yang abadi. Hati nurani ini tidak terlepas dari
penyakit, yang kalau dibiarkan justru akan membuatnya
berkembang banyak dan akan berubah menjadi hati dhulmani
--hati yang kotor.

Kesempurnaan hakikat manusia (nafs insaniyah) ditentukan oleh
hasil perjuangan antara hati nurani dan hati dhulmani. Inilah
yang dimaksud dengan firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan rugilah
orang yang mengotorinya." (QS. 91:8-9).

Hati nurani bagaikan cermin, sementara pengetahuan adalah
pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jika
cermin hati nurani tidak bening, hawa nafsunya yang tumbuh.
Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari
tuntutan hawa nafsu itulah yang justru membuat hati-nurani
bersih dan cemerlang serta mendapatkan limpahan cahaya dari
Allah Swt.

Bagi para sufi, kata al-Ghazali, Allah melimpahkan cahaya pada
dada seseorang, tidaklah karena mempelajarinya, mengkajinya,
ataupun menulis buku, tetapi dengan bersikap asketis terhadap
dunia, menghindarkan diri dari hal-hal yang berkaitan
dengannya, membebaskan hati nurani dari berbagai pesonanya,
dan menerima Allah segenap hati. Dan barangsiapa memiliki
Allah niscaya Allah adalah miliknya. Setiap hikmah muncul dari
hati nurani, dengan keteguhan beribadat, tanpa belajar, tetapi
lewat pancaran cahaya dari ilham Ilahi.

Hati atau sukma dhulmani selalu mempunyai keterkaitan dengan
nafs atau jiwa nabati dan hewani. Itulah sebabnya ia selalu
menggoda manusia untuk mengikuti hawa nafsunya. Kesempurnaan
manusia (nafs nathiqah), tergantung pada kemampuan hati-nurani
dalam pengendalian dan pengontrolan hati dhulmani.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abu al-Wafi aI-Taftazani, Maduhal ila al-Tashawwuf al-Islamiy,
Kairo, 1983.

Ahmad Dandy, Allah dan Manusia Dalam Konsepsi Syeikh Nurudin
al-Raniry Jakarta, Rajawali, 1983.

Al-Farabi, Kitab Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah, Kairo, 1906.

Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Kairo, 1334 H.

------, Ma'arij al-Quds fi Madarij Ma'rifah al-Nafs, Kairo,
1327 H.

------, Asnan al-Qur'an fi Ihya 'Ulum al-Din, Kairo.

Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1978.

Muhyiddin Ibnu Arabi, Fushush al-Hikam, Kairo, 1949.

Fatwa Rahbar

Rahbar: Segala Bentuk Transaksi yang Untungkan Israel Haram Hukumnya PDF Print E-mail
Tuesday, 13 January 2009
Sample ImageRahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dalam jawaban beliau atas permintaan fatwa (istifta) soal impor produk-produk Rezim Zionis Israel dan pengiklanannya menjawab, "Wajib meninggalkan segala bentuk transaksi yang menguntungkan rezim penjajah Israel". Beliau menjelaskan, "impor dan iklan produk-produk Rezim Zionis Israel tidak diperbolehkan kepada setiap muslim karena bahayanya kepada Islam dan umat Islam".

Sayyid Ali Khamenei juga menegaskan agar umat Islam tidak mengimpor produk-produk yang produksi dan penjualannya menguntungkan Zionis Israel dan menambahkan, "Setiap muslim wajib tidak membeli dan memanfaatkan produk-produk yang manfaatnya kembali pada Zionis Israel".

Begitu juga mengenai travel-travel di negara-negara Islam yang punya program tour ke Rezim Zionis Israel, Rahbar mengharamkannya karena bahayanya terhadap Islam dan umat Islam. Sayyid Ali Khamenei mengharamkan setiap muslim yang melakukan perbuatan melanggar boikot umat Islam terhadap Zionis Israel.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengharamkan pembelian produk-produk dari perusahaan-perusahaan Yahudi, Amerika atau Kanada bila itu menyebabkan semakin kuatnya Zionis Israel atau akan dimanfaatkan untuk memusuhi Islam dan umat Islam.

Sekaitan dengan jual beli produk-produk Amerika dan seluruh negara-negara Barat Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menjelaskan, "Bila pembelian produk-produk impor dari negara-negara bukan Islam dan memanfaatkannya berakibat pada semakin kuatnya negara-negara kolonialisme, para musuh Islam dan atau memperkuat kekuatan finansial mereka untuk menyerang daerah-daerah Islam atau muslimin di seluruh dunia, wajib hukumnya bagi umat Islam untuk tidak membeli dan memanfaatkannya. Hukum ini tidak khusus bagi rakyat Iran yang muslim".

Selasa, 13 Januari 2009

Sistem Terintregrasi

Materi Sistem Terintegrasi (embedded System) Download disini.

khalqun jadiidun

Yaa Khaaliqal-Hayyi

khalqun jadiidun[1]

Ia, -wujud an sich-, adalah Ia yang senantiasa Ia. Sendiri, Munfarid, dalam Bahari Ke-Tunggal-an (baca pula; keUnikan) Benderang Tiada Tara. Realitas semua hal, - baik dalam kesegalaannya maupun dalam individuasinya -, adalah Ia Sendiri, - wujud murni Yang Tunggal Tiada Banding.

Karena itu, ‘ashalah al-wujud dan ketunggalan wujud meniscayakan; tak ada satu hal apa-pun yang identik dengan hal lain. Laisa kamitslihi syai`un. Tak ada satu apa-pun yang sama dengan-Nya, - realitas segala sesuatu. Karena itu, Ia terus menerus mencipta (baca; memanifestasikan Diri) hal-hal yang baru.

Guru kita YM Al-Hajj Mulla Hadi Sabzavary (q.s.) mengatakan[2]

Kembalinya apa yang sudah pernah meng-ada sebagaimana ia pernah meng-ada adalah suatu kemustahilan. Tidak ada pengulangan dalam manifestasi diri-Nya. Pada setiap saat Ia ada dalam keadaan yang baru, tiap keadaan “tak ada bandingannya / tak ada taranya”[3] Dan “ dalam segala sesuatu Ia mempunyai tanda yang menunjukkan bahwa Ia Tunggal. “

Maka tiada apa-pun yang maujud, melainkan ia hidup dan dialiri oleh gelora Asma mulia al-khaaliqul-hayyu, Pencipta Yang Maha Hidup. Kehidupan (baca pula; Al-Hayyu) memberikan gelombang ‘isyq (baca pula; Cinta Ilahi) sehingga terjadi perubahan terus menerus eksistensiasi Nama-Nama Tuhan. Maka watak-watak sesuatu yang hidup, seperti berbicara, mendengar dan melihat, dimiliki oleh segala sesuatu yang maujud.

Batu-batu kerikil yang diam seribu bahasa, ternyata mendzikrkan Asma-Asma Allah ketika berada di tangan Baginda Rasulullah (S.A.W.)[4] Demikian pula kayu pepohonan yang biasa digunakan Baginda Rasulullah (S.A.W.) untuk berkhutbah merintih-rintih saat Beliau berkhotbah di tempat khotbah yang baru. Bagi al-faqir, - yang senantiasa tenggelam dalam kebodohan ini-, sifat-sifat kehidupan pada batu maupun pada kayu pepohonan tersebut muncul karena gelora ‘isyq tangan mulia pemilik Asma Ar-Ro`uuf Ar-Rohiim, Muhammad (S.A.W).

Al-khaaliqul-hayyu menciptakan makhluqun hayyun, yang hidup, yang senantiasa berubah-ubah. Ia selalu menciptakan yang baru pada segala. Maka, segala hal setiap saat senantiasa dalam keadaan membaharu[5]. Perhatikan rintihan penyair berikut;

nanar tatapMu membuat-ku kepayang

sejuk mistik-kedalamannya membuat hidup-ku membaharu

akulah kapal, Kau-lah Sang Nahkoda

arungkan aku ke dalam bahari sMara-Mu, bahari sMara-Mu

Nanar tatap-Mu, yaitu Sorot Cahaya Wujud, membuat aku, yaitu salah satu nama-Nya, kepayang, tak sadarkan diri akan identitas diriku. Kenapa?

Karena, sejuk mistik-kedalamannya, yaitu kesejukkan Samudera Ilmu Tuhan yang biasa disebut sebagai Sumber Mata Air Kecemerlangan, membuat hidupku membaharu, yaitu membuat aku menjadi Asma-Asma-Nya Yang Lain.

Maka sungguh, aku-lah kapal, lokus-lokus a’yaanuts-tsaabit yang tiada lain adalah mitsal atau arche, dan Kau-lah sang Nahkoda, penentu Asma-Asma - Mu sendiri yang hendak Kau wujud - kan dalam bayangan (baca pula; mitsal) - ku.

Maka doaku, arungkan aku, berilah aku seluas-luas rahmat, yaitu, ke dalam bahari sMara-Mu, bahari sMara-Mu, yakni jadikan aku gelora asma-Mu Yang Penuh Cinta, al-Waduudur-Rahmaanir-Rahiim, duhai Al-Jamiil.

Yaa Allah, Yaa Khaaliqul-Hayyu, yang senantiasa mencipta lagi hidup. Yaa Allah, Yaa Khaaliqul-Hayyu, yang senantiasa membuat semua menjadi baru. Buatlah diri - ku, - yang faqir lagi hina-dina ini - , senantiasa membaharu, dengan Air Kehidupan - Mu, yang memabokkan. Layangkanlah aku, -bebayangan semu yang bahkan tak punya nama ini-, dalam sejuk hawa Nama-Nama - Mu Yang Maha Cantik, duhai Al-Waduudur-Rahmaanir-Rahiim. Dengan keberkahan Muhammad dan keluarganya yang suci.

walloohu a’lam bish-showwab




[1] Persembahanku untuk Guruku (tct) yang kurindu, Sayyid Musa Al-Kazhim Al-Habsyi, cucu Sayyidah Fathimah (‘a.s.) yang mulia.

[2] Saduran dari, Sabzavary, “Syarhe Manzhumehe Hikmat” (English Translation), Bagian Pertama, Mutiara ke -XIV, mengenai Kemustahilan Kembalinya Hal Yang Telah Meng-ada, hal. 80.

[3] Sebagai kiasan dari, Kullu yaumin huwa fii sya`nin (QS 55;29).

[4] Yang termaktub dalam sebuah riwayat. Merupakan salah satu mukzizat Rasulullah (S.A.A.W.). Baca pula kitab, 36 Mukzizat Rasulullah, karya H. Salim Bahreisy.

[5] Bal hum fi labsin min khalqin jadiidin (QS 50:15).

Dia-lah Yang Zhahir dan Bathin

Yaa man huwa fii kulli makaan,

wa yaa man huwa fii kulli zaman;
Dia-lah Yang Zhahir dan Bathin


Maha Suci Ia Yang Maha Tinggi, yang tarabir fikiranlah yang membuat Zat-Nya Yang Segemilang Mentari, an-Nuur al-Jamiil, tak nampak semerona pipi Layla bagi Qays Majnun di dalam Penglihatan, Pendengaran, Perasaan dan Kesadaran. Sungguh, Engkau, Yaa Huwa, adalah Cahaya Langit dan Bumi, yang tiada dapat disifati apa-pun melainkan Kau jua-lah makna hakikatnya, yang bahkan sifat itu sendiri tiada lain adalah Zat-Mu, dan seluruh yang tampak dan menampakkan tiada lain adalah Zat-Mu. Maka, Kau-lah Yaa Huwa, Yang Tampak di segala ruang dan waktu. Dan Kau jua-lah yang menampakkan di segala ruang dan waktu. Maka, Kau-lah Yaa Huwa, Yang Zhahir di segala ruang dan waktu. Yaa man huwa fii kulli makaan, wa yaa man huwa fii kulli zaman. Duhai Ia yang ada di segala tempat, dan duhai Ia yang ada di segala waktu.

Ketika melihat dua buah tasbih, sudah “terdapat” dua tasbih. Maka, betapa mungkin kejamakan adalah suatu yang nisbi? Demikianlah suatu pertanyaan. Ketika melihat dua tasbih, sungguh “terdapat” dua tasbih di dalam fikiran, sebagai hasil pengamatan. Sedang apakah benar-benar terdapat dua realitas yang ada di alam eksternal? Ketahuilah, sungguh wujud “kedua tasbih yang tampak” tersebut tunggal. Dan karena realitasnya adalah wujud-nya maka, realitasnyapun tunggal. Ketunggalannya demikan keras mencengkeram diri-Nya sendiri sehingga Ia disebut pula sebagai Al-Qobiidhu. Dan Ketunggalannya tak pernah terkotori sedikitpun oleh “kejamakan” karena telah dibuktikan penjumlahan hakiki tak punya realitas eksternal. Maka Ia disebut pula sebagai Al- Mutafarridu.

Huwiyyah Zat-Mu Yang Maha Zhahir adalah rahasia wujud-Mu yang abadi. Tak ada Satu Pengamat-pun yang mampu Mengamati KetakterbatasanMu Yang Maha Kudus, duhai Al-Qudduus. Maka Sungguh Tiada Yang mampu mengamati Kesempurnaan-Mu Yang Maha Kudus, Wahai Bathin dari segala jauhar, a’raad dan a’yaan. Maka, Engkau-lah Huwa azh-Zhoohiru wa al-Baathinu. Pemisahan komputer, keyboard, tasbih, meja, atap, dan segala yang “tampak”, sehingga seolah terdapat mahajamak atau mahabanyak “sesuatu” di alam ini hanyalah bersumber dari pembatasan Diri-Nya dalam pengetahuan-Nya tentang diri-Nya. “Segala” hal yang “ada” hanyalah Ia Yang Sedang Menunjuk/Mengamati/Menyadari/Memuji/Membuktikan Keberadaan-Nya Sendiri dalam keterbatasan Penunjuk / Pengamat / Penyadar/ Pemuji /Pembukti dan Yang Ditunjuk/Yang Diamati/Yang Disadari/Yang Dipuji/ Yang Dibuktikan. Seorang penyair berkata, Ia arungi Samudra Keberadaan-Nya Sendiri dengan sampan-sampan bertuliskan safiinatun-najah.

Fii kulli syai`in fa kullu syai`in. Dalam semua benda, semua benda. (Ana al-Haqq, Ibrahim Gazur-i Ilahi, terjemahan, Rajawali Press, 1986, hal. 52). Demikian kata Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibn ‘Arabi. Realitas semua benda terdapat dalambenda-benda yang lain. Sehingga kata seorang penyair,

jika kau belah setetes air, ribuan samudra terdapat di sana,

jika kau layari ribuan samudra, tiada beda dengan sekolam saja,

gelora taufan badai dan samudera adalah gemulai tarian tetes air,

dingin dan senyap menyelam di kolam adalah hening samudra raya

orang mengatakan air disimpan dalam kendi

betapa mungkin air disimpan dalam kendi, jika di dalam air tak ada kendi ?

orang mengatakan aku cinta padamu Zakiyyah

batapa mungkin berkata aku cinta Zakiyyah, bila bibir merahnya tak ada dalam diri?

seekor ikan yang ditangkap nelayankhidiri bak segenap ikan dalam samudra

sekeping uang yang dibawa Salmanfarisi bak kegemilangan tahta Sulaiman

sandal Ali yang dijahitnya sendiri adalah luka-luka seluruh kaki pejalan yang terseok

Fathimah kegemilangan kesucian Sang MahaWanita adalah diri Rasul sendiri, diri Rasul sendiri

maka orang arif tak mencari jaring raksasa dan kapal nelayan maha-raksasa

ia cukupkan dirinya dengan setusukan duri dan daging ikan, yang dibakar

di dalamnya ia dapatkan gurih segala ikan dan manis semua bidadari

yang menari-nari menyanyikan Yaa Syakuur, Yaa Jamiil, Yaa Mahanikmat

wa-allahu a’lam bi ash-showab