Bukti Ketunggalan Realitas (2)
bening dan hening, lautan kesejukan dalam
gemilang kerlap cahaya
buta segalat mata, tuli segala telinga, pula segenap rasa
oh layla perawan suci, kusentuh indahmu dengan indahmu dan
bukan selain itu
oh layla purnama rindu, kudesahi nanar matamu dan
keindahannya dengan celakmu dan bukan selain itu
Bilama ada keindahan nan senantiasa perawan dan kecantian nan senantiasa terjaga dalam masudera ‘iffah (kehormatan serta keanggunan), maka tentulah itu adalah Dia, Yang Maha Cantik dan Teramat Menarik namun tak tersentuh oleh siapa pun, bahkan oleh pandangan siapa pun. Mata-mata majnun hingga nanar mengharapkan persuaan dengan layla pun yang didapatinya tak lebih dari domba-domba yang mengembik.
Maka, dikisahkan dalam tarikh, betapa Penghulu Semua Wanita di Semesta Fathimah binti Muhammad (‘alaihimassalam) selalu dalam keadaan Perawan. Maha Suci Dia yang menjadikan kekasih-kekasihnya sebagai ibarat atas DiriNya Sendiri. Wa yabqoo wajhu robbika dzu aljalaali wa al-ikraami. Dan kekallah wajah Tuhanmu.
Maka, Dia-lah Sang Maha Suci Nan Senantiasa Perawan. Dia-lah Sang Maha Perawan, yang bahkan tak tersentuh oleh penglihatan apa pun selainNya dan pendengaran apa pun selainNya. Dalam hakikat KeDiaanNya (huwiyyah) tak mungkin selain Ia menyentuhnya dengan pemahaman (idrak) apa pun, dan tak mungkin pula menyentuhnya dengan apa pun (secara lahir maupun batin) bahkan Ia meliputi segala sesuatu. Allohumma inni as’aluka birohmatika allatii wasi’at kulla syai’. Yaa Allah, aku bermohon kepadaMu dengan rahmatMu yang meliputi segala sesuatu. Alaa innahu bikulli syai’in muhitth. Sesungguhnya Dia atas segala sesuatu Maha Meliputi. Laa tudrikuhu al-abshooru, wa huwa yudriku al-abshoora. Tak menyentuhNya (segala) penglihatan dan Dia menyentuh (segala) penglihatan.
Sebagian orang menganggap bahwa ayat laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshoora menegaskan bahwa;
· Dia tak bisa dipersepsi oleh persepsi apa pun
· Adanya realitas yang jamak, minimal adanya persepsi yang jamak
Muhyiddin Ibn ‘Arabi menegaskan bahwa ayat laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshoora justru menegaskan Ketunggalan Realitas, bahwa hanya Dialah satu-satunya yang maujud dan tiada maujud selain Dia. Dalam Kitab Al-Ajwibah, beliau menuliskan sebagai berikut;
laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshoora, yakni, tak ada siapa pun dan tiada siapa pun yang berpenglihatan mampu untuk mempersepsiNya. Maka jika kita misalkan ada sesuatu yang lain selain Ia dalam keberadaan, maka kita mesti membolehkan bahwa selain di mempersepsiNya (minimal dalam satu aspek/modalitas keberadaannya yang dirasakan oleh sesuatu yang lain tersebut, penjelasan penulisan).
Tapi Tuhan (Yang Namanya Maha Tinggi) telah mengingatkan kita dalam firmanNya “Penglihatan-penglihatan tak menyentuhNya” yakni tidak ada apa pun disampingNya; artinya, tidak ada yang lain yang mempersepsiNya (dalam seluruh modalitas keberadaannya, penjelasan penulis) tapi Ia yang mempersepsiNya adalah Tuhan (Yang Namanya Maha Tinggi). Maka tak ada apa pun yang lain selain Dia. Dia lah yang mempersepsi Hakikatnya sendiri, dan bukan yang lain. Maka “Penglihatan-penglihatan tak mengenaiNya”, secara sederhana adalah karena penglihatan-penglihatan adalah bukanlah sesuatu selain WujudNya sendiri. Dan bila ada yang mengatakan “Penglihatan-penglihatan tak mengenaiNya” karena penglihatan-penglihatan ini bermula hudust sedangkan yang hudust tak mungkin mempersepsi yang qidam”, ia belum mengenal dirinya sendiri, karena tidak ada apa pun dan tidak ada penglihatan apa pun kecuali Dia. Dia, maka, mempersepsi WujudNya sendiri, tanpa keberadaan persepsi dan tanpa sifat.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar