Selasa, 13 Januari 2009

khalqun jadiidun

Yaa Khaaliqal-Hayyi

khalqun jadiidun[1]

Ia, -wujud an sich-, adalah Ia yang senantiasa Ia. Sendiri, Munfarid, dalam Bahari Ke-Tunggal-an (baca pula; keUnikan) Benderang Tiada Tara. Realitas semua hal, - baik dalam kesegalaannya maupun dalam individuasinya -, adalah Ia Sendiri, - wujud murni Yang Tunggal Tiada Banding.

Karena itu, ‘ashalah al-wujud dan ketunggalan wujud meniscayakan; tak ada satu hal apa-pun yang identik dengan hal lain. Laisa kamitslihi syai`un. Tak ada satu apa-pun yang sama dengan-Nya, - realitas segala sesuatu. Karena itu, Ia terus menerus mencipta (baca; memanifestasikan Diri) hal-hal yang baru.

Guru kita YM Al-Hajj Mulla Hadi Sabzavary (q.s.) mengatakan[2]

Kembalinya apa yang sudah pernah meng-ada sebagaimana ia pernah meng-ada adalah suatu kemustahilan. Tidak ada pengulangan dalam manifestasi diri-Nya. Pada setiap saat Ia ada dalam keadaan yang baru, tiap keadaan “tak ada bandingannya / tak ada taranya”[3] Dan “ dalam segala sesuatu Ia mempunyai tanda yang menunjukkan bahwa Ia Tunggal. “

Maka tiada apa-pun yang maujud, melainkan ia hidup dan dialiri oleh gelora Asma mulia al-khaaliqul-hayyu, Pencipta Yang Maha Hidup. Kehidupan (baca pula; Al-Hayyu) memberikan gelombang ‘isyq (baca pula; Cinta Ilahi) sehingga terjadi perubahan terus menerus eksistensiasi Nama-Nama Tuhan. Maka watak-watak sesuatu yang hidup, seperti berbicara, mendengar dan melihat, dimiliki oleh segala sesuatu yang maujud.

Batu-batu kerikil yang diam seribu bahasa, ternyata mendzikrkan Asma-Asma Allah ketika berada di tangan Baginda Rasulullah (S.A.W.)[4] Demikian pula kayu pepohonan yang biasa digunakan Baginda Rasulullah (S.A.W.) untuk berkhutbah merintih-rintih saat Beliau berkhotbah di tempat khotbah yang baru. Bagi al-faqir, - yang senantiasa tenggelam dalam kebodohan ini-, sifat-sifat kehidupan pada batu maupun pada kayu pepohonan tersebut muncul karena gelora ‘isyq tangan mulia pemilik Asma Ar-Ro`uuf Ar-Rohiim, Muhammad (S.A.W).

Al-khaaliqul-hayyu menciptakan makhluqun hayyun, yang hidup, yang senantiasa berubah-ubah. Ia selalu menciptakan yang baru pada segala. Maka, segala hal setiap saat senantiasa dalam keadaan membaharu[5]. Perhatikan rintihan penyair berikut;

nanar tatapMu membuat-ku kepayang

sejuk mistik-kedalamannya membuat hidup-ku membaharu

akulah kapal, Kau-lah Sang Nahkoda

arungkan aku ke dalam bahari sMara-Mu, bahari sMara-Mu

Nanar tatap-Mu, yaitu Sorot Cahaya Wujud, membuat aku, yaitu salah satu nama-Nya, kepayang, tak sadarkan diri akan identitas diriku. Kenapa?

Karena, sejuk mistik-kedalamannya, yaitu kesejukkan Samudera Ilmu Tuhan yang biasa disebut sebagai Sumber Mata Air Kecemerlangan, membuat hidupku membaharu, yaitu membuat aku menjadi Asma-Asma-Nya Yang Lain.

Maka sungguh, aku-lah kapal, lokus-lokus a’yaanuts-tsaabit yang tiada lain adalah mitsal atau arche, dan Kau-lah sang Nahkoda, penentu Asma-Asma - Mu sendiri yang hendak Kau wujud - kan dalam bayangan (baca pula; mitsal) - ku.

Maka doaku, arungkan aku, berilah aku seluas-luas rahmat, yaitu, ke dalam bahari sMara-Mu, bahari sMara-Mu, yakni jadikan aku gelora asma-Mu Yang Penuh Cinta, al-Waduudur-Rahmaanir-Rahiim, duhai Al-Jamiil.

Yaa Allah, Yaa Khaaliqul-Hayyu, yang senantiasa mencipta lagi hidup. Yaa Allah, Yaa Khaaliqul-Hayyu, yang senantiasa membuat semua menjadi baru. Buatlah diri - ku, - yang faqir lagi hina-dina ini - , senantiasa membaharu, dengan Air Kehidupan - Mu, yang memabokkan. Layangkanlah aku, -bebayangan semu yang bahkan tak punya nama ini-, dalam sejuk hawa Nama-Nama - Mu Yang Maha Cantik, duhai Al-Waduudur-Rahmaanir-Rahiim. Dengan keberkahan Muhammad dan keluarganya yang suci.

walloohu a’lam bish-showwab




[1] Persembahanku untuk Guruku (tct) yang kurindu, Sayyid Musa Al-Kazhim Al-Habsyi, cucu Sayyidah Fathimah (‘a.s.) yang mulia.

[2] Saduran dari, Sabzavary, “Syarhe Manzhumehe Hikmat” (English Translation), Bagian Pertama, Mutiara ke -XIV, mengenai Kemustahilan Kembalinya Hal Yang Telah Meng-ada, hal. 80.

[3] Sebagai kiasan dari, Kullu yaumin huwa fii sya`nin (QS 55;29).

[4] Yang termaktub dalam sebuah riwayat. Merupakan salah satu mukzizat Rasulullah (S.A.A.W.). Baca pula kitab, 36 Mukzizat Rasulullah, karya H. Salim Bahreisy.

[5] Bal hum fi labsin min khalqin jadiidin (QS 50:15).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar