Kamis, 08 Januari 2009

Renungan

Emanasi

Wujud yang satu, tunggal dan tiada terbagi. Satu-nya bukanlah satu bilangan rasional. Bukan pula bilangan nyata. Satu-nya tidak memungkinkan untuk men-dua. Tidak mungkin pula diambil setengah-nya. Satu ahadiyyul-ma’na.

Wujud yang Sempurna tiada terkata. Bahkan Ia -lah kesempurnaan itu sendiri. Kesempurnaan dari segala seginya. Yang tak dapat dipilah - pilah ke dalam fractal -fractal penyifatan manusia nan senantiasa terkurung oleh keterbatasannya yang esensial. Kesempurnaan yang jika kita mengerti dari segi - seginya yang terpisah, akan meruntuhkan makna sejatinya.

Wujud yang Luas tiada terbatas oleh apa-pun. Karena jika pun ada pembatasnya; pembatasnya tidak lain adalah ketiadaan mutlak yang bahkan tidak akan pernah bisa dibayangkan oleh akal manusia. Luas dalam semua aspeknya. Mutlak dalam seluruh segi-nya.

Bagaimana mungkin Wujud yang Tunggal, Sempurna dan Luas Tiada Berbatas ini menampakkan dirinya dalam mahiyyah - mahiyyah yang tersebar dalam alam kejamakan, tidak sempurna dan terbatas, tak terhingga banyaknya tersebar dalam milyunan ruang, milyunan waktu dan milyunan alam ini ?

Rantai kausalitas yang mungkin adalah sebagai berikut. Wujud tunggal akan mengakibatkan sesuatu yang tunggal pula. Sesuatu yang tidak terbagi pula. Hanya sesuatu ini telah kehilangan sifat Sempurna dan Mutlak - nya. Karena minimal ia membutuhkan Sebab untuk meng - ada.

Kemudian dari Wujud dan sesuatu itu, terdapat tiga sesuatu yang mungkin menjadi sebab; (sesuatu itu sendiri), (Wujud, sesuatu tersebut) dan (sesuatu tersebut, Wujud) sehingga mungkin dihasilkan sebagai akibat tiga sesuatu yang lain. Tentu dua sesuatu yang terakhir sudah kehilangan sifat tunggal dan tiada terbaginya, maupun kesempurnaan dan kemutlakannya. Dua sesuatu ini telah memiliki sifat tidak sempurna maupun tidak mutlak (karena minimal memerlukan sebab untuk mengada), tersusun (karena sebabnya tersusun) dan relatif (karena sebabnya tersusun atas relasi antara dua sesuatu yang lain).

Kemudian dari lima sesuatu ini dapat diturunkan lagi dengan memperhatikan seluruh relasi sebab yang mungkin, dan seterusnya. Sehingga akhirnya, dari Wujud yang Tunggal muncullah alam yang jamak ini.

Pandangan “kosmologi” seperti yang diuraikan di atas disebut sebagai teori emanasi. Tapi perlu dicatat, versi teori yang dituliskan ini tidak sama persis dengan teori emanasi menurut penemu aslinya, Ibnu Sina. Sengaja pula tidak diberikan “nama-nama” dari sesuatu - sesuatu tersebut, karena penamaannya sebenarnya tidaklah esensial dan bahkan dikhawatirkan membingungkan orang yang pertama kali mencoba memahaminya.

Beberapa sifat penting dari emanasi Wujud diberikan sebagai berikut.

Emanasi Wujud tidak tergantung waktu maupun ruang, bahkan ruang dan waktu-lah yang tergantung padanya. Jadi tidak dapat ditanyakan kapankah (atau dimanakah) emanasi terjadi? Atau bahkan dapat dikatakan pula setiap saat di setiap ruang apa pun atau pun di setiap sesuatu yang tak dapat diperikan oleh ruang dan waktu apa pun terjadi emanasi Wujud.

Semua sesuatu selain Wujud dalam emanasi tidak memiliki Wujud sejati. Karena menurut ashalah al-wujud Yang Nyata Wujud-Nya hanyalah Wujud. Dan mahiyyah hanyalah memiliki eksistensi “imajiner”.

Sehingga semua selain Wujud hanyalah ada di alam mental. Karena itu tidak salah kalau semua selain Wujud disebut Akal.

Sehingga sesuatu yang pertama muncul dari Wujud disebut sebagai Akal Pertama atau Akal Universal. Karena seluruh akal lain meniscayakan eksistensinya sebagai dalam rantai kausalitasnya.

Atau terkadang Akal Pertama juga disebut sebagai Nur Muhammad. Karena nuur inilah yang memungkinkan Wujud menyatakan dirinya dalam selainnya di alam akal, sehingga secara reciprocal dapat dinyatakan nuur inilah yang memberikan “eksistensi mental pertama” , “pemahaman pertama”, Wujud atas dirinya sendiri. Nuur inilah Kegemilangan Mata Air Wujud dalam “memuji / memahami” dirinya sendiri.

Sehingga tak salah jika dikatakan seluruh-nya “dicipta” dari Nur Muhammad. Sebagaimana dipercayai oleh sebagian orang, bahwa yang pertama kali dicipta adalah Nur Muhammad, dan semua selain itu diciptakan lewat eksistensi Nur Muhammad.

Jelas tahapan Nur Muhammad tak terbatas ruang dan waktu. Karena ruang maupun waktu terbagi sedang Nur Muhammad tak terbagi.

Dan eksistensinya sebagai sebab niscaya pada se-gala selain Wujud. Rantai emanasi manapun pasti melewatinya.

Sehingga benarlah jika kita katakan bahwa “dalam” segala “terdapat” Wujud maupun Nur Muhammad. Walau harus dipahami tidak ada persatuan material apa pun.

Sehingga semoga mencukupi jika kita akhiri makalah ini dengan, Innallooha wa malaa`ikatahu yusholluuna ‘alan - nabiy. Yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu ‘alaihi wasalimuu tasliimaa....

.

wallahu a’lam

1 komentar:

  1. Emanasi...
    perlu ak renungkan, dan tidak hanya baca sekali saja......

    BalasHapus