RISALAH DERITA
Tentang Kesedihan Wujud
Wujud yang Maha Luas Tiada Terbatas. Ia - lah wujud itu sendiri[1]. Wujuudun bima huwa wujuudun. Atau, wujud qua wujud. Tak dibatasi oleh apa pun kecuali oleh al-’adam al-muthlaq (baca: ketiadaan mutlak atau nothingness). Sehingga benar - benar batas ini, -yaitu al-’adam al-muthlaq-, sama sekali tidak mempunyai keberadaan (baca : efek) apa pun sehingga bisa (baca : berpotensi) untuk membatasi wujud.
Alam yang demikian semarak adalah kumpulan sesuatu - sesuatu yang berefek satu sama lain. Tiap semua hal yang memiliki wujud mesti berefek. Dan tidak dikatakan berefek melainkan dirasakan efeknya oleh yang lain. Dan kesaling-kelindanan, atau kesalinghubungan , efek - efek dalam sekalian alam ini memestikan satu titik konvergen tempat semua terhubung, tempat semua bersatu. Satu titik yang seluas sekalian alam. Sekalian alam yang simpel, basith, sederhana, di mana seluruh efek realitas sekalian alam bermula. Dan ini lah wujuduun bima huwa wujuudun, atau wujud sebagaimana wujud itu sendiri. Wujud yang murni sebagaimana wujud yang murni itu sendiri. Wujud murni yang terlepas dari seluruh penyifatan (baca : pe-mahiyyah-an) apa pun atas dirinya.[2] Wujud murni yang meliputi segala sesuatu[3], tanpa suatu persatuan [4]. Bukankah Ia, wujud murni, adalah tempat bergantungnya semua mahiyyah ?[5]
Maka, Dia (baca : huwa) - lah , - yang tak terpahami oleh siapapun karena dinyatakan oleh bentuk ketiga-, wujud murni yang tak ter - mahiyyah -kan (baca : tak tersifati) oleh akal siapapun. Dan jelas Dia, - wujud murni ini-, Tunggal. Jangan sebut satu. Karena satu bisa mendua bisa pula menjadi tiga. Bisa pula satu menjadi setengah, sepertiga dan lain - lain. Sedang wujud murni itu Tunggal, tak mungkin mendua tak mungkin pula menjadi tiga. Tidak mungkin pula ia menjadi setengah ataupun sepertiga. Ke - tunggal -annya adalah ahadiyyul ma’na. Sungguh benar apa yang telah dikatakan dalam Qur’an Suci, Qul huwalloohu ahad.
Wujud murni ada dengan sendirinya dan meng-ada-kan segala. Segala sesuatu memiliki wujud yang tunggal dan simpel. Dan ini - lah yang disebut dengan wahdatul-wujuud. Ke-tunggal-an wujud. Wujud secara hakiki adalah cahaya (nuur). Allahu nuurus-samaawaati wal-’ardh[6] Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Cahaya tampak (efeknya) dengan sendirinya dan menampakkan (efek) selainnya. Maka demikianlah sifat swa-bukti (self-evident) dan sifat swa-manifestasi (self-manifestation) adalah hakikat Zat-Nya, wujud murni tiada terbatas.
Wujud murni - pun mesti menampakkan Lautan Kesempurnaan - Nya yang tiada terjangkau. Melodinya melankolis. Melodinya bak suara seruling perih Laila -Majnun. “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenali. Karena itu Aku ciptakan makhluk - makhluk, agar aku dikenali di dalam makhluk - makhluk tersebut.”[7] Ungkapan swa-manifestasi Kesempurnaan-Nya ini demikian pedih dan merupakan hakikat wujud. Merupakan hakikat realitas. Merupakan hakikat ke-segala-an. Kesedihan azali wujud murni untuk dikenali memberikan berbagai drama kesedihan yang memuncak pada Lautan Manifestasi wujud di alam ini. Bahkan, Yang Terpuji (Muhammad) (S.A.A.W), Kekasih Tuhan - pun mengatakan maa ‘arrofnaaka bihaqqi ma’rifatik, belumlah aku kenali Engkau sebagaimana seharusnya Engkau harus dikenali. Maka siapa lagi yang dapat menghibur wujud murni dengan sebenar - benar pengenalan akan Khazanah Kesempurnaan -Nya Yang Tersembunyi?
mawar dan tulip - tulip nan ber-sedih-an
jangkar dan kelip bintang tak terjangkau
Wujud dan makhluk - makhluk nan ber-sedih-an
Wujud dan Gelora Puja tak terjangkau
Laila Majnun gadis pemuda
“rinduku pada bibir - mu, perih darah khayal-ku” kata Majnun
Musa dan Allah nabi dan Tuhan
‘ketika Aku Sakit, kenapa kau tak menjenguk - Ku” tanya Tuhan[8]
Wujud murni sakit. Sakit - nya tiada akan tersembuhkan oleh obat apa pun. Karena Ia ingin dikenali dan bahkan para Nabi - Nya pun tak bisa mengenali - Nya dengan sebenar - benar pengenalan. Kesempurnaan wujud murni bak gelombang maha-dahsyat yang tak pernah mengecup palung - palung derita - Nya karena tak dikenali. Kesempurnaan wujud murni memiliki potensi tak hingga untuk dikenali, tapi tak pernah Ia benar - benar dikenali in actu. Maka Ia adalah perbendaharaan yang tersembunyi, -Lautan Kegemilangan yang dipenuhi potensi untuk dikenali-, yang ingin dikenali, - agar Kesempurnaan - Nya in actu dikenali-, namun tak pernah dikenali, - sehingga Sakit-lah Ia karena keinginan-Nya satu - satu - Nya tak tercapai.
Laisa kamitslihi syai`an. Sakit wujud murni sama sekali berbeda dengan sakit-nya makhluk. Karena wujud murni tak pernah membutuhkan selain diri - Nya sendiri.[9] Dan memang tidak ada apa pun selain wujud murni.[10] Tapi sakit wujud murni ini adalah keniscayaan dari Kesempurnaan - Nya sendiri yang tanpa batas. Sungguh, wujud murni bukanlah substansi ( baca: jauhar) bukan pula aksiden (baca ; ‘aradh)[11], sehingga benar - benar tak bisa dibandingkan dengan apa - pun dari sudut pandang apa - pun. Sakit wujud murni adalah hakikat Samudera Kesempurnaan - Nya Yang Tiada Berbatas, bergolak - golak dalam lautan Cahaya - Nya Sendiri, Ia memanifestasikan diri-Nya sendiri dalam segala arah dan segenap alam, dan Ia senantiasa menyempurnakan semua ciptaan - Nya terus menerus tiap saat tiap waktu di tiap ruang dan tiap alam apa pun[12]. Sakit Tuhan adalah Kesempurnaan Tuhan Sendiri. Sakit Tuhan adalah Penciptaan terus-menerus (khalqun jadiidun) .
Sakit wujud murni adalah kesedihan Nama - Nama Tuhan yang menderita dalam ketaktahuan karena tak satupun yang menamakannya. Kesedihan ini diturunkan dalam nafas Tuhan (tanaffus) yang tidak lain adalah rahmat dan eksistensiasi (‘ijad). Dalam alam sirr atau alam al-asrar rahmat ini diturunkan dari dan untuk diri - Nya sendiri, - yaitu untuk Nama - Nama - Nya sendiri. Sakit wujud murni adalah Kegemilangan Cinta yang turun menjadi hakikat kerinduan yang memanifestasikan dirinya menjadi gerakan penciptaan wujud terus menerus merindukan manifestasi Nama - Nama - Nya yang baru. Inilah hakikat gerakan hasrat rindu (harakah syauqiyyah).
Wujud murni asli, real dan tunggal. Hanya wujud - lah yang benar - benar nyata. Sedang dalam sekalian alam (al - ‘alamiin ) ada banyak hal. Banyak sesuatu yang tidak tunggal. Kuda, manusia, benda, ruang, waktu, sebab - akibat, panas - dingin, yin - yang, keberadaan - ketiadaan dan lain -lain. Menatap semua realitas ini, pandangan yang benar hanyalah menatap satu wujud yang real. Dan kejamakan berbagai hal tidaklah real, ia hanyalah bayangan yang timbul dalam alam mental semua yang ber-fikir atau semua yang ber-persepsi. Dengan kata lain, kejamakan adalah serpihan - serpihan mahiyyah yang bertarian di alam khayal mutawahham[13]. Ke-real-an wujud (‘ashalatul-wujuud) dan ke-khayalan mahiyyah membuat,- dalam pandangan makhluk yang telah cerah-, sekalian alam hanyalah Cinta, wujud disertai pembuluh - pembuluh keperihan rindu wujud atas Nama - Nama - Nya sendiri. [14] Dan orang - orang beriman pun memasukkan keseluruhan hakikat diri - nya, -yang tak lain hanyalah salah satu dari Nama - Nama - Nya-, ke dalam Cinta kepada Tuhan.[15]
Para Nabi dan para wali, manifestasi paling sempurna dari wujud murni, tidak pernah sekejappun terlengahkan dari memandang ke-tunggal-an wujud dalam segala. Bagi mereka, kembali ke alam kejamakan ( al-’alam al-katsrah) lebih menyakitkan dibandingkan dengan memasuki neraka dan merasakan panas siksanya Sabar yang tertinggi adalah sabarnya para Nabi dan para wali Allah untuk kembali ke alam kejamakan dan mengajak ummat manusia menuju ke-tunggal-an wujud.[16] Bukankah Imam ‘Ali telah merintih dalam doa Kumail yang menunjukkan keadaan ini, wa hablii shobartu ‘ala harrinarika fa kaifa ashbiru ‘anin-nazhori ilaa karoomatik (Dan jika Engkau sabarkan aku atas menahan panasnya neraka - Mu, betapa mungkin aku bersabar dari melihat kemuliaan-Mu). Ketika seorang arif ditanya “Ke manakah engkau pergi setelah mengenal Tuhan?” Ia pun menjawab “Ke neraka”. Yang bertanya pun bingung, “Kenapa ke neraka?”. Orang arif itu pun menjawab, “ Jika aku tidak pergi ke neraka, maka siapakah yang akan mengajak Anda dan sekalian teman Anda menuju Ke - Tunggal- an Tuhan?”
Wujud murni yang meliputi segala, hakikatnya adalah Kesedihan wujud dan derita wujud yang ingin dikenali. Maka hakikat kesedihan, -perihnya Cinta dan Rindu akan Wajah Yang Maha Gemilang yang tak pernah tercapai-, memasuki pori - pori segenap atom di sekalian alam. Mengingkari penderitaan sebagai satu kemestian yang harus dilalui dalam kehidupan karena itu akan berakhir pada nihilisme. Kehilangan semua makna kehidupan. Kehilangan wujud semua yang ada, yang identik dengan kehilangan diri sendiri[17] Seperti halnya para bikhsu,- yang raison de entree - nya dalam perjalanan ruhaninya adalah melenyapkan seluruh derita-, akhirnya mengklaim bahwa puncak kearifan adalah kekosongan atau kesunyaan atau nothingness? Tidak ada apa - apa? Tidak perlu apa - apa? Tidak mesti apa - apa? Segala adalah kesenyapan total? Betapa na`if - nya seluruh perjalanan mereka ! Alangkah bedanya mereka dengan ucapan seorang ‘Arif Besar abad ini[18], “ Kasihku, duhai Kasihku, aku sakit karena - Mu. Tapi akan sakitku ini ku-tak ingin Engkau sembuhkan.” Cobaan, pedih, derita sungguh adalah janji Allah bagi orang - orang beriman,- yang benar - benar mencintai - Nya.[19]
Hakikat wujud murni, yaitu Cinta nan dipenuhi segenap pembuluh Rindu, meliputi segala yang ada. Cinta ilahi ini, ‘isyq, meliputi semua gerak dan perubahan, menyertai setiap tawa dan tangis, mengalun dalam setiap melodi dan debur - debur ombak, menakutkan jiwa - jiwa di setiap badai , membuat para ahli maksiyat menangisi dosanya dan merintih - rintih memohon ampunan -Nya, dan juga menyertai gemerisik ranting tempat hinggap para burung kutilang. Kata penyair,
Cinta membuat ombak - ombak berdeburan
Cinta membuat hati - hati berdesiran
Cinta membuat jantung asmara berdegupan
Sebagaimana kicauan kutilang bercengkerama
Cinta membuat mata nanar memerah, walau tidak
Cinta membuat pipi kuning memerah, walau tidak
Cinta membuat bibir merah bergeletaran, walau tidak
Sebagaimana jantung pisang hendak kaucari di batu intan
mungkin kaukira aku mabok mendengar salju, walau tak
mungkin kaukira aku menggigil merasa salju, walau tak
mungkin kaukira aku tersilaukan putih salju, walau tak
Sebagaimana bayi dan tetek ibunya, demikianlah aku menggigil karena Cinta
walau dicampur tetaplah murni
walau bersama tetaplah sunyi
walau bercengkerama tetaplah syahdu
Itulah Cinta pembuluh Rindu
bukanlah mawar tanpa onak dan duri
bukanlah cinta tanpa pembuluh rindu
bukanlah lautan tanpa ombak dan badai
bukanlah Hidup tanpa pedih dan duka
bukanlah hujan tanpa awan nan mendung
bukanlah bahagia tanpa tangis air mata
bukanlah intan tanpa jangkauan ribuan tahun
bukanlah insan utama tanpa ribuan derita
ayyub - ayyub dalam perahu
pedih dan kusta ayyub mendayu
tapi Muhamad dan Husein di dalam hu
tiada derita seperih Karbela
[1] Lihat M.H. Thabathaba`i, Bidayatul Hikmah,ketika beliau membahas tentang Hakikat Tuhan.
[2] Subhaanalloohi ‘amma yashifuun (QS. Ash-Shoffaat ; 159 )
[3] Alaa innahu bi kulli syai`in muhiith... (QS. Fushshilat; 54) Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.
[4] Imam ‘Ali (a.s.) dalam Nahjul Balaghah.
[5] Allahush-shomad (QS Al-Ikhlas; 2), menurut penafsiran Imam Khomeini dalam buku “40 Hadits”.
[6] QS An-Nuur; 35.
[7] Merujuk pada hadits qudsi, “Kuntu kanzan makhfiyyan, ...”
[8] Merujuk pada hadits qudsi yang dikutip pada buku Misykatul-anwaar, karangan Al-Ghazali, terjemahan Mizan, hal. 50.
[9] Inallooha ghoniyyun hamiid (QS Baqoroh 267)
[10] Fa innamaa tuwalluu fatsamma wajhulloohi (QS Al-Baqoroh 115) Maka ke mana saja engkau menghadap disitulah Wajah Allah.
[11] Sabzavary, Syarhe-Manzhumahe-Hikmat, ketika beliau membahas tentang sifat - sifat negatif wujud.
[12] Bal hum fii labsin min kholqin jadiidin. (QS Qaaf; 15) Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu - ragu tentang penciptaan yang baru.
[13] Kullu man ‘alaihaa faan (QS Ar-Rahman ; 26) Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
[14] Wa yabqaa wajhu robbika dzul-jalaali wal ikram (QS Ar-Rahman ; 27) Dan kekallah wajah Robb-mu Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan.
[15] Walladziina aamanuu asyaddu hubba lillaah (QS Al-Baqarah; 165) Dan orang - orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah
[16] Lihat penjelasan Imam Khomeini dalam 40 Hadits - nya mengenai Sabar.
[17] Wa laa takuunuu kalladziina nasullooha fa ansaahum anfusahum. Ulaa ika humul - faasiquun. (QS Al-Hasyr; 19)
[18] Imam Khomeini.
[19] QS Al-Ankabut; 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar