Kamis, 08 Januari 2009

Renungan

Ketakmampuan akal dlm memahami

Wujud qua Wujud

Hakikat Tuhan adalah wujud qua wujud. Atau keberadaan itu sendiri. Apakah ini berarti Tuhan telah diketahui? Atau lebih jauh, apakah ini berarti akal telah berhasil memahami Tuhan? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut negatif. Pernyataan bahwa Tuhan adalah wujud qua wujud sebenarnya “hanyalah” seperti sinonim. Tuhan adalah Sebab Pertama adalah wujud qua wujud. Kenapa seperti sinonim? Apakah itu bukan merupakan suatu definisi? Bahwa Tuhan adalah wujud qua wujud?

Tidak. Hakikat Tuhan adalah wujud qua wujud bukan-lah suatu definisi. Karena wujud qua wujud sama sekali bukanlah sesuatu yang jelas dan realitas terdalamnya diketahui dengan baik oleh akal lebih dari pengertian Tuhan.

Realitas terdalam wujud qua wujud tidak terjangkau oleh akal manusia. Walaupun pengertiannya secara umum “badihi” atau “aksiomatis”, pengertian sebenarnya dari wujud qua wujud tidak dapat dipahami oleh akal manusia.

Bukti.

Jika realitas wujud qua wujud dapat diaktualisasikan dalam akal manusia, maka ada dua kemungkinan;

1. Efek keberadaan juga teraktualisasi di alam eksternal (yaitu alam di luar jiwa manusia). Dalam hal ini tidak seluruh efek wujud qua wujud diaktualisasikan dalam jiwa manusia. Sebagai contoh api yang ada di alam eksternal, ketika ia kita pikirkan di alam internal, api tersebut tidak menghasilkan panas di alam internal.

2. Efek keberadaan tidak diaktualisasikan di alam eksternal. Dan ini mustahil, karena berarti “wujud qua wujud” tidak merupakan “wujud/keberadaan” dalam artian sebenarnya, - yaitu keberadaan yang merupakan sumber sejati seluruh efek.

Ketakterjangkauan fikiran manusia untuk memahami Tuhan (wujud qua wujud) ini ditunjukkan dalam ucapan Imam Ali bin Abi Thalib (a.s) dalam Nahjul Balaghah sebagai berikut:

Segala puji bagi Allah yang tiada pembicara mana pun mampu meliputi segala pujian bagi-Nya.Tiada penghitung manapun mau mencakup bilangan nikmat karunia-Nya. Tiada daya-upaya bagaimanapun mampu memenuhi kewajiban pengabdian kepada-Nya. Tiada pikiran sejauh apa pun mampu mencapai-Nya, dan tiada pikiran sedalam apa pun mampu menyelami hakikat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar