Selangit Keutamaan Baginda ‘Ali
Ditulis pada Desember 16, 2008 oleh isyraq
Hari ini adalah bertepatan dengan hari penyematan Ali bin Abi Thalib As sebagai khalifah dan wali kaum Muslimin oleh Rasulullah. Hari dimana Allah Swt menyempurnakan agama Islam dengan pengangkatan Amirul Mukminin As sebagai pelanjut risalah nubuwah. Risalah nubuwwah berakhir dan dilanjutkan dengan risalah imamah yang diemban oleh Imam Ali As secara resmi dideklarasikan oleh Rasulullah Saw di hari ini. Risalah imamah yang berlanjut hingga hari Kiamat dengan Imam Mahdi sebagai imam pamungkasnya. Iya, hari itu adalah 18 Dzulhijjah empat belas abad yang lalu, yang dihadiri kurang lebih 124.000 sahabat Rasulullah. Hari itu merupakan hari paling menentukan dalam sejarah Islam dan kaum Muslimin. Hari itu adalah hari Ghadir Khum.
Hari Ghadir Khum bukan sekedar sebuah peristiwa sejarah biasa yang harus tercantum dalam agenda hari-hari besar Islam. Hari Ghadir Khum merupakan hari kelanjutan risalah nubuwwah. Hari penentuan nasib umat manusia setelah deklarasi bahwa tiada akan lagi nabi diutus. Hari ini adalah hari imamah dan hari wilayah. Hari Ghadir Khum bukan sekedar sebuah peristiwa yang diperingati setiap tahun oleh mazhab Syiah (ansich). Hari Ghadir Khum adalah hari kesempurnaan agama dan kebahagiaan manusia. Ghadir Khum adalah hari penetapan kepemimpinan Ilahi atas umat manusia. Ghadir Khum tidak mewariskan kesultanan, kerajaan dan aristokrasi. Ghadir Khum adalah penegasan kebutuhan manusia terhadap seorang pemimpin Ilahi yang mengawal dan membimbing manusia mendaki kesempurnaan insaniah.
Ketika kita berbicara tentang Ghadir Khum kita tidak berbicara sebagai pribadi ‘Ali bin Abi Thalib qua pribadi. Kita berbicara tentang seorang khalifah Tuhan yang memiliki selaksa teraju dan keutamaan. Ketika Sayidah Zahra berbicara tentang al-Ghadir dengan membela hak ‘Ali bin Abi Thalib, beliau tidak berbicara dan membela suami kinasihnya sebagai pribadi qua pribadi. Beliau berbicara dan membela ‘Ali bin Abi Thalib sebagai seorang khalifah, seorang insan kamil, seorang imam, seorang pemimpin dan seorang yang paling memahami Islam dan al-Qur’an pasca Rasulullah Saw.
Dari sudut pandang sejarah berlangsungnya perlehatan akbar ini di kalangan Muslimin tidak terdapat perbedaan. Dari perspektif tujuan penyelenggaraan majelis terbesar ini adalah penyampaian kepada umat ihwal kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib melalui lisan Rasulullah Saw yang bersabda “Man Kuntu Mawla…Fa Hadza Aliyun Mawla..” juga tidak terdapat ikhtilaf di kalangan ulama. Bahkan peristiwa Ghadir ini sedemikian mutawatirnya sehingga terdapat banyak sahabat, thabi’in, ulama pada masanya menshahikan peristiwa Ghadir ini.
Peristiwa Ghadir merupakan puncak dari silsilah sabda Rasulullah Saw yang memperkenalkan Ali bin Abi Thalib As sebagai khalifah bela fashl (immediate, segera setelah) pasca wafatnya Nabi Saw. Semenjak hadis inzhar, hadis manzilah, hadis rayat, dan hadis tsaqalain yang semuanya tergolong mutawatir dari sisi periwayatan dan sanad. Demikian juga ayat-ayat yang turun berkenaan dengan otoritas Amirul Mukminin terkait dengan keutamaannya dan pelantikannya sebagai khalifah seperti pada ayat-ayat mawaddah, mubahalah, wilayah, ikmal, tabligh. Dimana banyak ayat yang diturunkan atas Amirul Mukminin, disebutkan oleh ulama bahkan mencapai 500 ayat al-Qur’an. Pun jika ingin dibandingkan dengan khalifah pertama, yang konon Ahlusunnah mengklaim khilafah Abu Bakar dengan menukil ayat Ghar[1], tapi hal itu diingkari oleh putrinya sendiri, ‘Aisyah yang berkata bahwa “Tiada satu pun ayat yang turun tentang kami, “[2] maka kita dapat mengatakan bahwa ayat ini tidak berkenaan dengan masalah khilafah.
Adapun al-Ghadir adalah sebuah deklarasi resmi khilafah Amirul Mukminin sebagai khalifah, wali dan imam kaum Muslimin. Bahkan syaikhain sendiri menyampaBweikan ucapan selamat pada acara seremoni resmi kepada Amirul Mukminin As.
Ghadir merupakan telaga arun yang mata airnya bersumber dari keutamaan Amirul Mukminin As. Tentu saja apabila di kalangan para sahabat Rasulullah Saw ada yang lebih utama dari Amirul Mukminin As, ia akan mendapatkan kehormatan dengan kedudukan ini. Akan tetapi sejatinya bahwa selepas Rasulullah Saw bukan hanya tidak ada orang yang lebih utama dari Amirul Mukminin, bahkan tidak seorang pun yang dapat mencapai kedudukannya meski hingga kakinya.[3]
Keutamaan-keutamaan ‘Ali As yang dinukil dari Rasulullah Saw dan para sahabat melebihi keutamaan-keutamaan yang dinukil ihwal para sahabat. Padahal dengan politik desktruktif yang mencoba menutupi keutamaannya dan memelihara kedudukannya, mencela dan mencibir Amirul Mukminin As.[4]
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Tidak satu pun riwayat yang menukil para sahabat Nabi Saw melebihi riwayat yang dinukil ihwal ‘Ali As.”[5]
Seseorang datang menghadap Ibn ‘Abbas berkata: “Mahasuci Allah!Alangkah banyaknya keutaman dan keistimewaan ‘Ali! Aku mengira ia memiliki tiga ribu keutamaan. Ibn ‘Abbas berkata: “Mengapa engkau tidak berkata bahwa ia memiliki hampir mendekati tiga puluh ribu keutamaan.”[6]
Sulaiman A’masy dalam menjawab pertanyaan Manshur Dawaniqi seorang Khalifah Abbasiyah berkisar tentang berapa banyak riwayat yang menukil keutamaan ‘Ali As, ia berkata: “Jumlahnya sedikit yang aku riwayatkan. Kira-kira sepuluh ribu riwayat atau sedikit lebih banyak.”[7]
Ibn Hajar dalam Shawâiq menulis: “Tidak satu pun ayat yang turun melebihi ayat yang diturunkan untuk ‘Ali.”[8]
Hamu menulis: “Terdapat tiga ratus ayat al-Qur’an yang turun untuk ‘Ali As.”[9]
Dan diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas: “Pada setiap ayat “Wahai orang-orang yang beriman, ‘Ali adalah pemimpin dan yang utama. Allah Swt banyak mengecam banyak sahabat Rasulullah Saw, akan tetapi tidak menyebut nama ‘Ali kecuali dengan kebaikan.”[10]
Dalam pembahasan ini, kita akan menghitung penggalan dari keutamaan-keutamaan Amirul Mukminin yang memberikan kelayakan kepadanya untuk mengemban tugas pemimpin kaum Muslimin dan khilafah Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw di samping memperkenalkan ‘Ali As sebagai khalifahnya dan kedudukan-kedudukan yang lain pada hari Ghadir dengan penjelasan yang berbeda-beda dengan tegas dan jelas, ia juga memberikan penjelasan-penjelasan yang lain yang konsekuensinya adalah khilafah Hadrat Amirul Mukminin ‘Ali As.
Dalam bagian ini, hadits-hadits yang kami sampaikan sebagai kriteria-kriteria, Nabi Saw berada pada tataran penetapan standar dan kriteria dimana umat Islam berada pada posisi salah dan masalah sinkretisasi antara hak dan batil dan pembeda antara hak dan batil, dengan bersandar kepadanya mereka akan menemukan kebenaran dan menjauhi kebatilan.
Dalam hadits-hadits ini, Baginda Nabi Saw menetapkan bahwa ‘Ali As adalah pelita hidayah, kriteria iman dan mizan kebenaran. Sesuai dengan hadits ini, ‘Ali As bukanlah seorang pemimpin biasa; akan tetapi ia adalah seorang pemimpin Ilahi dimana ucapan dan perbuatannya adalah sebuah ukuran; amalan menjadi benar ketika ia mengerjakannya; ucapan menjadi benar ketika ia menuturkannya, barisan yang benar adalah barisan dimana ia berdiri. Dan barang siapa yang tidak berada dalam barisannya, maka ia adalah sesat dan batil.
Salah satu kriteria yang dapat dijadikan sebagai kriteria pemimpin pasca Rasulullah Saw adalah mizan kecintaan dan kasih Rasulullah Saw kepada orang tersebut. Sepanjang perjalanan sejarah yang berhasil merekam keadaan kaum Muslimin dan kejadian-kejadian yang mengitari mereka pada masa-masa awal datangnya Islam serta hadits-hadits dan riwayat-riwayat menjadi saksi bahwa tidak seorang pun yang lebih dicintai oleh Rasulullah Saw melebihi kecintaannya kepada ‘Ali As.[11]
Seperti yang ditulis oleh Ibn Hajar dalam kitabya Shawaiq: “’Ali As adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw.”[12]
Baginda Nabi Saw tidak hanya sangat mencintai ‘Ali As, ia juga meminta kaum Muslimin untuk mencintainya dan permintaan ini yang ditujukan kepada semua seukuran dengan firman Tuhan kepada semua manusia.[13]
Terkadang Nabi Saw bersabda: “Allah Swt lebih mencintainya melebihi diriku.”[14]
Dan atau: “Orang yang paling dicintai di sisi Allah Swt adalah ‘Ali.”[15] ‘
Aisyah berkata: “Allah Swt tidak menciptakan seseorang seperti ‘Ali yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw.”[16]
Nabi Saw bersabda kepada para sahabat: “Tuhanku berfirman: “Ia mencintai empat orang sahabatku. Dan Ia bersabda kepadaku: “Ia (Rasulullah Saw) mencintai mereka. Para sahabat berkata: “Siapakah mereka wahai Rasulullah? Kami berharap bahwa kami adalah mereka yang empat itu.”
Nabi Saw bersabda: “Ketahuilah bahwa ‘Ali adalah dari mereka (yang empat itu). Dan kemudian ia diam. Kembali ia bersabda: “Ketahuilah bahwa adalah ‘Ali dari mereka dan kembali diam.[17]
Dan kembali ia bersabda:
يُحبُّ الله وَرَسُولُه وُيحُِبُّه الله وَرُسُولُه
“Allah dan Rasul-Nya mecintai ‘Ali dan ‘Ali mencintai Allah dan Rasul-Nya.”[18]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar